Friends of Palestine Network (FoP) memberikan apresiasi kepada seluruh aktivis Asia Tenggara yang telah berpartisipasi dalam Global March to Gaza yang baru saja berakhir.
Aksi tersebut merupakan sebuah kampanye masyarakat sipil multinasional yang menuntut diakhirinya blokade ilegal atas Gaza dan menyoroti krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di sana.
Kampanye ini secara resmi ditutup pada 16 Juni 2025 setelah berhasil menghimpun lebih dari 4.000 peserta dari lebih dari 80 negara di Kairo.
Dalam pernyataannya, FoP sendiri mengirimkan delegasi dari Malaysia dan Indonesia, mewakili suara kolektif Asia Tenggara dalam gerakan global bersejarah ini.
Para delegasi deri Asia Tenggara berangkap pada 11 Juni dan tiba tiba di Kairo pada 13 Juni dan mengikuti pertemuan koordinasi sebagai persiapan menuju mobilisasi damai ke Rafah.
Namun, katanya, situasi dengan cepat berubah. Pada 14 Juni, konvoi dihentikan di pos pemeriksaan di Ismailia bersama ratusan peserta internasional lainnya.
“Meski paspor akhirnya dikembalikan setelah ditahan selama empat jam, tiga delegasi dari Malaysia sempat ditahan di bandara, dan dua di antaranya diperintahkan untuk kembali ke negara asal,” ungkap Rayyan Abdallah, Chief Executive Officer FoP dalam pernyataannya yang diterima Gazamedia.net pada Rabu (18/06/25).
Ketiga delegasintersebut kini telah dibebaskan dengan selamat. Meskipun, lanjutnya, mereka menghadapi berbagai kendala.
Beberapa anggota delegasi Asia Tenggara tetap bertahan di Mesir, yang menunjukkan keberanian luar biasa di tengah pembatasan yang semakin ketat.
“Kehadiran kami di sini adalah pesan bahwa Asia Tenggara berdiri bersama Gaza,” ujar Farwina
Faroque, Anggota Dewan FoP dan salah satu aktivis yang masih berada di lapangan.
Meski akan mendapatkan penyiksaan, Farwina menyatakan bahwa mereka akan tetap berkomitmen.
FoP sejalan dengan pernyataan resmi panitia penyelenggara, menegaskan bahwa Global March to Gaza dilakukan sepenuhnya sesuai hukum Mesir, dengan koordinasi bersama kedutaan besar dan mematuhi seluruh protokol yang ditetapkan.
Meskipun belum ada keputusan resmi dari pemerintah, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa aksi tidak dapat dilanjutkan dengan aman tanpa membahayakan nyawa.
Misi ini akhirnya dihentikan karena adanya pembatasan yang semakin ketat dan kondisi yang memburuk akibat keputusan pihak berwenang Mesir.
“Blokade jalan, penahanan berkepanjangan, dan
ancaman kekerasan yang eksplisit membuat aksi menuju Rafah tidak mungkin dilanjutkan, meskipun tidak ada pelarangan resmi,” imbuh Rayyan.
Namun, Global March to Gaza tidak pernah terbatas pada satu perbatasan atau satu titik pemeriksaan.
Ketika upaya di Mesir terhambat, kampanye ini justru memicu gelombang aksi solidaritas di seluruh dunia.
Lebih dari 50 aksi solidaritas digelar secara serentak,dari Meksiko hingga Siprus, menggerakkan jutaan orang dalam satu tuntutan bersama: cabut blokade atas Gaza dan buka jalur kemanusiaan.
FoP menyatakan bahwa pihaknya juga menghargai dan menghormati keberanian mereka yang terlibat dalam misi paralel.
“Di antaranya adalah kapal Freedom Flotilla “Madeleine” yang berlayar dari Italia, serta Grand March for Gaza, yang menunjukkan tekad tak tergoyahkan komunitas internasional untuk menghentikan blokade dan membawa bantuan mendesak bagi rakyat Palestina. Meski babak Mesir dari Global March telah usai, perjuangan kita bersama belum selesai,” terangnya.
Blokade atas Gaza masih terus berlangsung, tetapi perlawanan global terhadapnya juga semakin kuat. Di berbagai benua dan budaya, para sahabat Palestina membuktikan bahwa solidaritas tak mengenal batas.
Delegasi Asia Tenggara ke Mesir—bersama Freedom Flotilla dan para peserta aksi global—melambangkan sebuah gerakan internasional yang kian tumbuh, menuntut keadilan, martabat, dan pemulihan hak-hak rakyat Palestina.