Amerika Serikat kembali mengumumkan pengunduran dirinya dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) mulai 31 Desember 2026. Ini merupakan kali ketiga Washington menarik diri dari lembaga yang berbasis di Paris tersebut, dengan alasan keanggotaan Palestina serta ketidaksesuaian dengan kebijakan luar negeri “America First”.
“Amerika Serikat hari ini telah memberitahukan kepada Direktur Jenderal Audrey Azoulay mengenai keputusan untuk keluar dari UNESCO,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, dalam pernyataan resmi, Selasa (22/7/2025).
Bruce menyatakan bahwa keterlibatan berkelanjutan di UNESCO “tidak lagi sesuai dengan kepentingan nasional” Amerika Serikat.
Menurut Bruce, UNESCO mendorong agenda sosial dan budaya yang “memecah belah” serta berfokus pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) PBB. Ia menyebut program-program tersebut sebagai “agenda ideologis globalis” yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebijakan luar negeri pemerintahan Trump.
Bruce juga menyoroti keputusan UNESCO pada 2011 yang mengakui Palestina sebagai negara anggota, yang menurutnya “sangat bermasalah” dan mendorong retorika anti-Israel dalam organisasi.
Pengulangan sejarah
Ini bukan kali pertama AS keluar dari UNESCO. Sebelumnya, pemerintahan Trump juga menarik diri pada 2018 dengan alasan serupa, yakni dugaan bias anti-Israel dan masalah tata kelola organisasi.
Pengunduran diri pertama terjadi pada 1984 di bawah Presiden Ronald Reagan, dengan alasan politisasi berlebihan di dalam organisasi serta sejumlah pertimbangan lainnya.
Amerika Serikat baru kembali bergabung pada 2023 saat pemerintahan Presiden Joe Biden, menjadi negara anggota ke-194 UNESCO.
“Partisipasi kami dalam organisasi internasional akan tetap difokuskan pada kepentingan Amerika, dengan kejelasan dan keyakinan,” ujar Bruce.
Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay mengaku “sangat menyesalkan” keputusan Presiden Donald Trump untuk kembali menarik Amerika Serikat dari organisasi tersebut.
“Keputusan ini bertentangan dengan prinsip dasar multilateralisme,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa alasan yang dikemukakan pemerintah AS tidak berubah sejak tujuh tahun lalu, meskipun terdapat banyak perubahan dalam dinamika politik dan peran UNESCO sebagai forum konsensus global.
Azoulay membantah tuduhan Amerika Serikat, dengan menegaskan peran penting UNESCO dalam pendidikan tentang Holocaust dan upaya memerangi antisemitisme.
“Meskipun menyedihkan, keputusan ini telah kami antisipasi dan kami telah mempersiapkan diri,” kata Azoulay.
UNESCO siap hadapi dampak
UNESCO, menurut Azoulay, telah melakukan reformasi kelembagaan dan diversifikasi pendanaan sejak pengunduran diri AS pada 2018. Kontribusi AS kini hanya mencakup sekitar 8 persen dari anggaran keseluruhan organisasi, turun dari 40 persen pada beberapa badan PBB lainnya.
“Organisasi kini lebih terlindungi secara finansial,” katanya, seraya menambahkan bahwa kontribusi sukarela telah meningkat dua kali lipat sejak 2018 dan tidak ada rencana pemutusan hubungan kerja.
Azoulay menegaskan bahwa UNESCO tetap terbuka bagi semua negara dan akan terus menjalin kerja sama dengan sektor swasta, akademisi, serta organisasi non-profit asal Amerika Serikat, sembari tetap membuka ruang dialog politik dengan pemerintah dan Kongres AS.