Wednesday, July 23, 2025
HomeBeritaMantan pejabat keamanan Israel: Militer gagal menang, perang Gaza harus dihentikan

Mantan pejabat keamanan Israel: Militer gagal menang, perang Gaza harus dihentikan

Kritik tajam terhadap kelanjutan perang Israel di Gaza kembali mencuat, kali ini datang dari seorang tokoh senior keamanan Israel.

Ehud Yatom, mantan anggota parlemen dan perwira tinggi di satuan elit Mossad, secara terbuka menyerukan penghentian segera operasi militer di Gaza.

Dalam sebuah artikel opini yang dimuat harian Maariv, Yatom menuding pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sebagai pemerintahan yang “gagal dan runtuh secara moral”, serta menjerumuskan Israel ke dalam jurang krisis strategis dan etika.

“Perang yang tidak akan menang”

Dalam artikelnya, Yatom mengungkapkan keprihatinan mendalam atas jalan buntu yang dihadapi militer Israel di Gaza.

“Setelah lebih dari 20 bulan bertempur, kita masih berkubang di lumpur Gaza, seolah tidak belajar bahwa korban terus berjatuhan setiap hari—terluka, gugur, atau bahkan bunuh diri akibat trauma,” tulisnya.

Yatom menilai bahwa medan tempur Gaza bukanlah ladang perang konvensional yang bisa dimenangkan dengan kekuatan militer semata.

Menurutnya, Israel menghadapi “musuh yang lihai dalam perang gerilya”.

Bahkan, katanya, tentara sekuat IDF (Pasukan Pertahanan Israel) sekalipun tidak mampu mengalahkan lawan semacam itu.

“Bukankah sudah jelas bahwa perang ini sia-sia?”tanyanya.

Lebih jauh, ia menyebutkan bahwa rasa frustrasi tak hanya dirasakan oleh keluarga para sandera dan tentara yang gugur, tetapi juga oleh mayoritas warga Israel yang “kebingungan menyaksikan pemerintahan yang gagal membaca situasi.”

Salah satu sorotan utama Yatom adalah kegagalan Netanyahu dalam menjaga solidaritas nasional.

Ia mengkritik keras rencana pemerintah untuk membebaskan kelompok Yahudi ultra-Ortodoks (Haredim) dari wajib militer—sebuah keputusan yang ia sebut “tidak etis dan bertentangan dengan semangat nasional.”

“Bagaimana mungkin para pemimpin partai-partai religius tidak memahami bahwa negeri ini kekurangan prajurit dan menghadapi ancaman dari segala penjuru?” tanya Yatom.

Ia juga menuding para anggota parlemen yang mendukung kebijakan tersebut sebagai pihak yang “mengkhianati tanggung jawab terhadap negara.”

Lebih lanjut, ia mengungkapkan kekhawatirannya terhadap ketidakstabilan politik dan upaya sistematis pemerintahan untuk “membongkar institusi negara,” sembari mengabaikan agenda strategis.

Ia menyinggung serangkaian gejolak internal, termasuk pengunduran diri Kepala Shin Bet Ronen Bar, tekanan terhadap Jaksa Agung Gali Baharav-Miara, serta upaya mencopot petinggi militer.

“Bagaimana para prajurit—baik reguler maupun cadangan—bisa merasa didukung, ketika mereka menyaksikan kekacauan total di pucuk kepemimpinan?” ujarnya getir.

Seruan menghentikan perang

Pada bagian akhir tulisannya, Yatom melontarkan seruan tegas: segera hentikan perang dan tarik pasukan dari Gaza.

Ia juga mendesak pemerintah untuk menyepakati pertukaran tawanan dengan Hamas melalui jalur mediasi, meskipun harus membayar harga mahal.

“Perdana Menteri harus mengambil keputusan sekarang. Perang ini harus dihentikan. Pasukan harus ditarik. Lima puluh sandera yang masih hidup harus dipulangkan, tak peduli apa harga yang harus dibayar,” tulisnya.

Menurut Yatom, tidak ada harga yang lebih tinggi daripada nyawa dan kepulangan para sandera yang telah diabaikan negara.

Ia menegaskan perlunya mengakui kegagalan dan mengambil langkah berani untuk menyelamatkan masa depan.

“Lebih baik mengakui kekalahan dengan kepala tegak, daripada terus mengorbankan generasi baru dalam perang yang tak punya arah,” pungkasnya.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular