Hamas merespons pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump terkait perang Gaza.
Menurut Hamas, pernyataan Trump yang mengaitkan akhir perang dengan pembebasan tentara Israel yang ditawan hanyalah gagasan tanpa bentuk tawaran politik yang jelas.
“Kami tidak mencari ucapan positif, yang kami butuhkan adalah sebuah tawaran politik yang jelas dan langkah nyata yang menghentikan agresi dan menjamin penarikan pasukan pendudukan,” ujar Osama Hamdan, salah satu pemimpin senior Hamas, dalam wawancara dengan Al Jazeera, Kamis (04/08).
Hamdan menegaskan, Hamas akan menyikapi serius setiap usulan yang diajukan, sepanjang mencakup tuntutan rakyat Palestina secara jelas.
Ia mengingatkan bahwa sejak awal Hamas telah mengajukan paket kesepakatan komprehensif.
Yaitu, penghentian serangan militer, penarikan Israel sepenuhnya dari Gaza, pertukaran tawanan (tentara Israel dengan jumlah tertentu tahanan Palestina), pembukaan perbatasan, pengakhiran blokade, dan dimulainya proses rekonstruksi.
Sehari sebelumnya, Trump menulis di platform X bahwa Hamas harus segera membebaskan semua tentara Israel yang ditawan.
“Saat itu, semuanya akan berubah dengan cepat,” tulisnya, merujuk pada kemungkinan mengakhiri perang.
Namun, Hamdan menilai langkah nyata seharusnya datang dari Trump untuk menekan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang berkali-kali dianggap melemahkan kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tawanan—antara lain pada November 2023 dan Januari 2025.
Kalangan oposisi Israel serta keluarga para tawanan juga menuding Netanyahu sengaja memperumit negosiasi demi memperpanjang perang, menjaga kelangsungan politiknya, dan menghindari pertanggungjawaban hukum.
Menurut Hamdan, faktor waktu tidak hanya menekan pihak Palestina, tetapi juga Israel.
“Ada perubahan suasana internasional yang akan berdampak ke depan. Menghancurkan tekad rakyat Palestina adalah hal yang mustahil, dan kami tidak akan pernah mengibarkan bendera putih,” ujarnya.
Hamas, lanjutnya, bersama faksi-faksi Palestina, sudah menerima proposal mediator pada 18 Agustus lalu.
Namun hingga kini Israel belum memberi jawaban, meski isi rancangan tersebut hampir sama dengan yang sebelumnya telah disepakati.
Hamdan juga menuding Israel tidak hanya menargetkan Gaza, tetapi juga merancang skema untuk mendorong separuh warga Tepi Barat mengungsi ke Yordania, sebagaimana disuarakan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich.
Dengan dukungan penuh AS, Israel sejak 7 Oktober 2023 menjalankan operasi militer besar yang menurut berbagai organisasi internasional telah berujung pada tindakan genosida.
Data otoritas kesehatan Palestina mencatat, hingga kini serangan Israel menewaskan 64.231 orang, melukai 161.583 orang—mayoritas perempuan dan anak-anak—menyebabkan ribuan orang hilang, serta mengusir ratusan ribu warga dari tempat tinggal mereka.
Selain itu, blokade total yang diberlakukan Israel telah menimbulkan kelaparan akut di Gaza. Setidaknya 370 warga Palestina tewas karena kelaparan, termasuk 131 anak.