Sejumlah media internasional menyoroti kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio ke Israel serta kemungkinan dampaknya bagi dinamika perang di Gaza.
Di sisi lain, pemberitaan juga menyinggung penderitaan para pengungsi di Kota Gaza yang terusir akibat agresi Israel.
Harian The New York Times menilai kunjungan Rubio ke Israel mencerminkan “kekecewaan yang kian mendalam dari Presiden Donald Trump terhadap kampanye militer brutal Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di Gaza, yang justru memperpanjang usia perang.”
Trump, menurut harian tersebut, sebelumnya berjanji akan mengakhiri perang yang kini mendekati tahun ketiga.
Namun, hingga kini ia lebih sering menyalahkan Hamas atas berlanjutnya konflik, sementara nyaris tidak memberi tekanan serius kepada Israel.
Para analis yang dikutip media itu memperkirakan Rubio akan mendesak Israel melakukan operasi singkat yang dapat membuka jalan menuju sebuah kesepakatan politik.
Trump sendiri, menurut laporan tersebut, tidak menyembunyikan ambisinya untuk memperoleh Hadiah Nobel Perdamaian.
Sementara itu, The Independent menyoroti kisah pengungsi Palestina yang harus memulai perjalanan ke luar Kota Gaza untuk kedelapan kalinya sejak perang meletus.
Ia mengaku mengatakan kepada putrinya yang berusia tiga tahun bahwa mereka hanya akan “berkemah,” demi menutupi kenyataan pahit tentang pengungsian berulang yang penuh trauma.
“Anak saya ketakutan hanya dengan mendengar kata ‘mengungsi’, maka saya memilih berbohong agar ia lebih tenang,” katanya.
Dalam laporannya, The Independent menekankan beratnya tantangan yang dihadapi para pengungsi.
Yaitu, biaya transportasi yang kian tinggi, risiko keselamatan sepanjang perjalanan, dan semakin sedikitnya tempat aman untuk bermalam.
Serangan ke Qatar
Dalam kolom opini di Haaretz, seorang penulis mengkritik keputusan Netanyahu membombardir Doha, Qatar.
Menurutnya, perdana menteri Israel itu bertindak bertentangan dengan saran para pejabat keamanan senior, sehingga menuai kecaman baik di dalam maupun luar negeri.
Tulisan itu menilai serangan ke Qatar berpotensi memperburuk situasi di Gaza, mengancam keselamatan para sandera, serta mempercepat isolasi Israel di panggung internasional.
Kritik yang kian menguat, baik di dalam negeri maupun dari sekutu luar negeri, memunculkan pertanyaan besar tentang kapasitas Netanyahu mengelola krisis.
Dampak jangka panjangnya, relasi Israel-Amerika Serikat maupun hubungan Israel dengan kawasan akan terus berada dalam ketidakpastian.
The Guardian melaporkan, semakin banyak universitas di dunia yang memutus hubungan dengan lembaga akademik Israel akibat perang Gaza.
Langkah ini muncul sebagai bentuk protes terhadap apa yang dinilai sebagai keterlibatan kampus-kampus Israel dalam mendukung kebijakan pemerintah.
Sejumlah universitas dan lembaga penelitian di Eropa disebut telah menghentikan kolaborasi mereka. Di mata banyak akademisi, boikot akademik kini dianggap sebagai kewajiban moral.
Seorang peneliti Israel yang dikutip The Guardian mengakui, pemutusan hubungan akademik semacam ini akan menjadi pesan jelas bahwa kebijakan pemerintah Netanyahu memiliki konsekuensi yang harus ditanggung.