Pemerintah Afrika Selatan (Afsel) mengatakan pihaknya telah mengajukan permintaan mendesak ke Mahkamah Internasional (ICJ) untuk membendung rencana perluasan operasi darat Israel ke Rafah yang merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan pada Selasa (13/2), Pemerintah Afsel sangat mencemaskan rencana Israel tersebut akan mengarah pada pembunuhan rakyat sipil secara besar-besaran dan tindakan penghancuran lainnya.
“Ini akan menjadi pelanggaran serius baik terhadap Konvensi tentang Genosida (pembunuhan massal) dan Putusan Pengadilan pada 26 Januari 2024,” bunyi pernyataan Afsel, melansir Palestine Chronicle.
Sebagaimana diketahui, sebelumnya Mahkamah Internasional atau ICJ pada 26 Januari lalu telah mengeluarkan putusan sela atas gugatan Afsel terhadap Israel, yang menuding negara Zionis tersebut telah melakukan genosida selama perang Gaza berlangsung.
Salah satu isi putusan tersebut memerintahkan Israel untuk memastikan tidak terjadinya tindakan genosida terhadap rakyat Palestina.
Namun, hampir sebulan sejak putusan ICJ dikeluarkan, jumlah warga Palestina yang terbunuh akibat serangan pasukan Zionis berjumlah lebih dari 1.864 jiwa–di mana 690 di antaranya anak-anak dan 441 lainnya adalah perempuan–dan yang menjadi korban luka lebih dari 2.933 orang, mengutip Euro-Med Monitor.
Melihat tidak ada gestur untuk mematuhi perintah ICJ, Afsel dalam pernyataannya kini meminta agar pengadilan tertinggi di dunia tersebut mengambil langkah lebih jauh untuk merespons situasi di Rafah.
“Meminta Mahkamah Internasional agar mempertimbangkan–apakah keputusan yang diumumkan Israel untuk memperluas operasi militernya ke Rafah, yang merupakan benteng terakhir bagi penyintas dari Gaza–memerlukan penggunaan kekuatan mahkamah guna mencegah pelanggaran lebih besar terhadap hak-hak rakyat Palestina di Gaza,” seru Afsel ke ICJ melalui pernyataannya.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Gaza, sebanyak 28.340 rakyat Palestina telah terbunuh dan 67.984 lainnya menderita luka-luka akibat genosida yang dilancarkan Israel sejak Oktober.