Presiden Suriah, Ahmad al-Sharaa menyampaikan bahwa Israel harus menarik diri dari wilayah yang diduduki setelah jatuhnya rezim Bashar Assad. Menurutnya, pendudukan tersebut akan menimbulkan banyak masalah mendatang.
Dalam wawancara dengan The Economist, kemarin, Senin, pemerintahan baru Damaskus menegaskan komitmen pada perjanjian 1974 dengan Israel dan menyatakan kesiapan menerima pasukan penjaga perdamaian PBB sejak hari pertama setelah pengambilan alih Ibu Kota.
Ia menambahkan bahwa pasukan PBB bersedia untuk memasuki zona penyangga di dataran tinggi Golan, dengan syarat Israel menarik mundur pasukannya terlebih dahulu.
Terkait normalisasi hubungan dengan Israel, al-Sharaa mengatakan, “Kami menginginkan perdamaian dengan semua pihak, namun masih terlalu dini untuk membicarakan hal ini, terutama setelah semua perang yang telah terjadi, dan mengingat pendudukan Israel atas dataran tinggi Golan sejak tahun 1967”.
Ia juga menyatakan bahwa pemerintahannya memiliki prioritas lain.
Mengenai hubungan dengan Amerika Serikat, al-Sharaa mengatakan bahwa belum ada komunikasi dengan Pemerintahan Donald Trump.
Ia menambahkan bahwa Suriah berupaya untuk memulihkan hubungan dengan Amerika Serikat dan yakin bahwa Presiden Trump mengupayakan perdamaian di wilayah tersebut.
Al-Sharaa juga akan berupaya untuk mencabut sanksi Amerika Serikat terhadap Suriah, ia menambahkan bahwa penderitaan rakyat Suriah yang terus berlanjut bukanlah demi kepentingan Amerika Serikat.
“Pasukan Syria Demokratik” Bersedia Membatasi Senjata Bagi Negara
Presiden Suriah Ahmad al-Sharaa mengatakan bahwa “Pasukan Syria Demokratik” yang dipimpin oleh Kurdi siap serahkan senjata kepada negara.
“Untuk menciptakan situasi di mana senjata hanya berada di tangan negara, namun masih terdapat beberapa perbedaan pendapat,” ungkapnya kemarin, Senin, dengan menegaskan bahwa prioritasnya adalah mengendalikan dan membatasi senjata di tangan negara.
“Semua pihak menekankan kesatuan Suriah dan menolak pemisahan atau pemecahan wilayah apa pun. Terdapat perundingan dengan SDF (Pasukan Syria Demokratik) untuk menyelesaikan masalah di bagian tenggara Suriah,” lanjutnya dalam sebuah wawancara di televisi.
Ia menegaskan komitmen untuk mempertahankan kesatuan Suriah dan berencana membentuk tentara nasional yang solid menggantikan struktur militer sebelumnya yang terpecah-belah.
“Kami telah mencapai keamanan dalam hal perdamaian sipil, dan negara Suriah menjamin semua kelompok, dengan insiden individual berada pada tingkat minimal,” tambahnya.
Ia menegaskan komitmen untuk menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara keadilan transisi dan perdamaian sipil, dan mengejar mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan terhadap rakyat Suriah, dengan fokus khusus pada para pemimpin utama yang terlibat dalam konflik.
Butuh Waktu 4-5 Tahun Untuk Pemilihan
Terkait periode transisi, al-Sharaa menyatakan bahwa Suriah membutuhkan 4-5 tahun untuk menyelenggarakan pemilihan. “Saya memperkirakan periode akan sekitar 4-5 tahun menuju pemilihan, karena kami membutuhkan infrastruktur yang luas yang perlu dibangun kembali dan membutuhkan waktu.”
Ia mengatakan akan ada komite persiapan untuk konferensi nasional dengan partisipasi berbagai lapisan masyarakat Suriah, dan akan dikeluarkan deklarasi konstitusional di akhir konferensi.
Al-Sharaa menegaskan bahwa ia menghindari pembagian jabatan di Suriah. “Saya mencoba menghindari pembagian jabatan di Suriah, dan kompetensi akan menjadi kriteria utama”, imbuhnya.
Ia menyoroti bahwa belum ada undang-undang yang mengatur proses partai politik saat ini. Ia berjanji untuk mengeluarkan undang-undang baru yang mengatur kerja partai.
“Tentu saja, akan ada undang-undang sistem partai politik dalam konstitusi”, katanya.
Ia menambahkan bahwa sistem pemerintahan Suriah akan bersifat republik, dengan parlemen dan pemerintahan eksekutif. (Penerjemah: Ali Muhtadin)