Thursday, May 22, 2025
HomeBeritaAnalis: Arab perlu manfaatkan momentum perubahan politik Eropa terhadap Palestina

Analis: Arab perlu manfaatkan momentum perubahan politik Eropa terhadap Palestina

Para analis politik menyerukan negara-negara Arab untuk memanfaatkan momentum perubahan sikap politik Eropa yang kini semakin mendukung hak-hak rakyat Palestina.

Seruan ini disampaikan dalam program “Masar al-Ahdats” (Lintasan Peristiwa), dengan penekanan bahwa dukungan Eropa yang selama ini bersifat kemanusiaan harus segera diterjemahkan menjadi visi politik yang konkret demi kemajuan perjuangan Palestina.

Langkah-langkah Eropa dalam beberapa waktu terakhir menunjukkan perubahan sikap yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Pemerintah Inggris, misalnya, mengambil serangkaian tindakan sanksi terhadap Israel sebagai upaya menekan penghentian perang di Jalur Gaza serta mengakhiri bencana kelaparan yang kini mendera jutaan warga sipil di wilayah tersebut.

Di Spanyol, parlemen telah menyetujui usulan pembahasan larangan perdagangan senjata dengan Israel.

Sebelumnya, Perdana Menteri Pedro Sánchez menyerukan pengucilan Israel dari berbagai ajang kebudayaan internasional akibat agresinya terhadap Gaza, seruan yang mengingatkan pada sanksi budaya terhadap Rusia usai invasinya ke Ukraina.

Sikap serupa muncul dari Belanda, Prancis, dan sejumlah negara Eropa lainnya, yang menyerukan pemberlakuan sanksi terhadap pemukim ekstremis Israel dan kelompok-kelompok kekerasan di Tepi Barat.

Prancis bahkan meminta Komisi Eropa untuk meninjau ulang apakah Israel masih memenuhi komitmennya dalam perjanjian kemitraan dengan Uni Eropa.

Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noël Barrot menyatakan dukungan negaranya untuk peninjauan ulang perjanjian tersebut.

Menurut Dr. Hosni Abidi, Guru Besar Hubungan Internasional di Universitas Jenewa, perubahan sikap Eropa ini merupakan titik balik dan awal dari jarak yang mulai terbentuk antara Eropa dan Israel, yang selama ini didukung tanpa syarat.

Ia menyebutkan bahwa upaya pendudukan Gaza oleh Israel serta memburuknya krisis kemanusiaan menjadi faktor utama perubahan tersebut.

Abidi juga mencatat bahwa Eropa kini menunggu sinyal terbuka dari Amerika Serikat (AS) untuk memperkuat tekanan terhadap Israel.

Menurutnya, Eropa lebih dulu menunjukkan penolakan terhadap praktik-praktik Israel dan bahkan menentang pernyataan mantan Presiden AS Donald Trump yang mengusulkan Gaza dijadikan seperti “Riviera Timur Tengah”.

Dari Washington, situs berita Axios mengungkapkan bahwa Presiden Trump menunjukkan rasa frustrasi terhadap perang yang terus berlanjut di Gaza.

Beberapa pejabat Gedung Putih menyebut bahwa Trump sangat terganggu dengan gambar-gambar penderitaan anak-anak Palestina.

Trump juga telah meminta stafnya untuk menyampaikan kepada Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, bahwa ia menginginkan konflik ini segera diakhiri.

Pengakuan atas negara Palestina

Dr. Luqaa Makki, peneliti senior di Pusat Studi Al Jazeera, menyatakan bahwa perubahan sikap Eropa dipicu oleh kekejaman Israel yang dinilai melampaui batas, terutama penggunaan kelaparan sebagai senjata terhadap warga Gaza.

Metode ini, tegasnya, melanggar hukum internasional dan membuat opini publik Eropa tidak lagi bisa tinggal diam melihat anak-anak yang mati kelaparan.

Menurut Makki, negara-negara Arab harus segera merespons perubahan ini. Ia mengusulkan agar kemarahan publik dan pemerintah Eropa dapat diarahkan menjadi dukungan politik konkret, yakni mendorong pengakuan Uni Eropa terhadap Negara Palestina.

Pandangan serupa disampaikan kembali oleh Prof. Hosni Abidi. Ia menekankan pentingnya diplomasi Arab untuk mengubah momentum ini menjadi langkah-langkah nyata yang mendorong pengakuan internasional terhadap kedaulatan Palestina.

Sementara itu, menanggapi perubahan sikap Eropa, pakar urusan Israel Dr. Muhannad Mustafa mengungkapkan bahwa elite Israel mulai menunjukkan kekhawatiran.

Menurutnya, keberanian Eropa dalam menggunakan bahasa keras dan ancaman sanksi lahir dari diamnya AS.

Mustafa menggarisbawahi bahwa hampir seluruh bentuk kemitraan Israel di berbagai bidang justru terjalin dengan negara-negara Eropa, bukan AS.

Oleh karena itu, Israel sangat mewaspadai kemungkinan sanksi individual dari negara-negara Eropa, meskipun pembatalan kemitraan resmi di tingkat Uni Eropa memerlukan konsensus seluruh anggota.

Dalam situasi yang berubah cepat ini, para analis sepakat bahwa dunia Arab tidak bisa hanya menjadi penonton.

Saat pintu kesempatan terbuka, mereka menekankan pentingnya langkah diplomatik yang cepat dan terarah untuk mendorong pengakuan penuh terhadap Palestina sebagai negara merdeka dan berdaulat.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular