Ketegangan kembali meningkat di kawasan Asia Selatan setelah India melancarkan serangan udara larut malam ke enam lokasi di wilayah Punjab dan Azad Jammu dan Kashmir, Pakistan.
Serangan tersebut menewaskan sedikitnya 26 warga sipil dan melukai lebih dari 40 orang.
Sebagai balasan, militer Pakistan menembak jatuh lima jet tempur India dan menghancurkan beberapa pos militer di wilayah perbatasan.
Juru bicara militer Pakistan, Letjen Ahmed Sharif Chaudhry, menyatakan bahwa aksi balasan tersebut tidak menyasar warga sipil India. Pemerintah Pakistan menegaskan bahwa balasan tersebut dilakukan secara terukur dan difokuskan pada target militer.
Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif memanggil pertemuan Dewan Keamanan Nasional dan dijadwalkan menyampaikan pidato kepada publik.
Sejumlah analis dan diplomat mengutarakan kekhawatiran atas potensi eskalasi lebih lanjut antara dua negara bertetangga yang memiliki kekuatan nuklir tersebut.
Kekhawatiran Eskalasi
Pengamat kebijakan luar negeri asal AS, Michael Kugelman, menyebut bahwa skala serangan India kali ini melebihi insiden serupa pada tahun 2019, dan balasan Pakistan juga lebih besar dari sebelumnya.
“Mereka sudah berada di tingkat eskalasi yang lebih tinggi dibandingkan krisis tahun 2019,” ujarnya. Kepada kantor berita Associated Press, Kugelman menambahkan, “Risiko eskalasi sangat nyata dan bisa meningkat dengan cepat.”
Respons dari Pakistan
Jurnalis senior Mazhar Abbas menyatakan bahwa tanggal 7 Mei merupakan “hari kemenangan” bagi Pakistan. Dalam tayangan di Geo TV, ia mengatakan bahwa Pakistan berhasil “mengalahkan India di tiga lini: militer, media, dan diplomasi”.
Aktivis dan pengacara Jibran Nasir menuding India melanggar hukum humaniter internasional dengan menyasar warga sipil dan tempat ibadah. Ia merujuk pada Konvensi Jenewa, Konvensi Den Haag, serta Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional.
“Pakistan bertindak dalam kerangka pembelaan diri yang sah. Sementara, India memilih pendekatan kekerasan tanpa dasar hukum atau bukti yang memadai,” ujar Nasir dalam pernyataan di platform X.
Diplomat senior Hina Rabbani Khar turut menyatakan keprihatinannya. Ia menilai bahwa India bertindak seolah-olah kebal hukum internasional. “Pakistan bukan hanya memiliki hak, tetapi juga kapasitas untuk merespons tindakan agresif dari negara tetangga yang bertindak semena-mena,” tulisnya.
Seruan Internasional
Jurnalis Hamid Mir menilai bahwa strategi Perdana Menteri India Narendra Modi telah gagal. “India mengklaim menyerang sasaran teroris, tetapi yang terlihat justru warga sipil menjadi korban. Dunia melihat, Pakistan tidak memulai serangan ini,” kata Mir.
Ia juga menyarankan agar Pakistan mempertimbangkan langkah diplomatik lebih lanjut, termasuk meninjau ulang Perjanjian Simla sebagai respons atas keputusan India menangguhkan Perjanjian Air Indus.
Sejumlah pihak kini menyerukan agar komunitas internasional segera turun tangan guna mencegah eskalasi lebih lanjut dan mendorong kedua negara untuk kembali ke meja diplomasi.