Wednesday, September 3, 2025
HomeBeritaAnalis: Israel ingin aneksasi Tepi Barat dan hapus Palestina dari peta

Analis: Israel ingin aneksasi Tepi Barat dan hapus Palestina dari peta

Sejumlah analis politik menilai bahwa Israel tengah mendorong rencana besar untuk menganeksasi Tepi Barat, baik secara penuh maupun Sebagian.

Upaya itu, pada akhirnya bisa berujung pada pengusiran warganya dan penyelesaian “paksa” persoalan Palestina demi mewujudkan visi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tentang “Israel Raya”.

Pengamat politik Mohammed al-Qeeq menyebut Netanyahu, yang kini diburu Mahkamah Pidana Internasional, melihat peluang emas untuk melaksanakan rencana tersebut.

Faktor yang mendorongnya antara lain kegagalan militer Israel di Gaza, kebutuhan menyelamatkan koalisi pemerintahannya dari perpecahan, serta lampu hijau yang datang dari Washington.

Dalam wawancara di program Masar al-Ahdath, al-Qeeq menjelaskan bahwa Netanyahu memiliki kebiasaan mengubah setiap krisis menjadi “prestasi bersejarah”.

Rencana aneksasi Tepi Barat dipromosikan sebagai jawaban atas kemungkinan pengakuan Eropa terhadap negara Palestina serta lemahnya posisi Otoritas Palestina.

Situs berita Axios bahkan melaporkan bahwa dua menteri Israel, Gideon Sa’ar dan Ron Dermer, telah memberi tahu rekan-rekan mereka di sejumlah negara Eropa.

Ia menyatakan bahwa Israel akan menganeksasi sebagian wilayah Tepi Barat bila negara Palestina diakui secara resmi.

Menurut al-Qeeq, Israel sadar bahwa selagi isu Palestina masih ada, ekspansi regional tidak mungkin terwujud.

Karena itu, skenario pengusiran warga Tepi Barat kini menjadi bagian dari agenda strategis.

Realitas di lapangan

Namun, bentuk pasti aneksasi masih menjadi perdebatan di dalam Israel. Ada pihak yang menginginkan penguasaan penuh atas Gaza dan Tepi Barat, sementara yang lain mendorong aneksasi terhadap semua permukiman dan kawasan “C”.

Wilayah yang berdasarkan Kesepakatan Oslo II (1995) mencakup 61 persen Tepi Barat dan berada di bawah kendali sipil dan keamanan Israel.

Bilal Shobaki, Ketua Jurusan Ilmu Politik Universitas Hebron, menilai bahwa kebijakan Israel di lapangan sudah menjadi langkah nyata menuju aneksasi.

Pemerintah Israel secara sistematis mengurangi peran Otoritas Palestina, membatasi pembangunan di wilayah yang secara administratif seharusnya berada di bawah kewenangan Palestina.

Situasi itu disebutnya sebagai “eksekusi terhadap gagasan negara Palestina di perbatasan 1967”.

Meski demikian, ada perpecahan di kalangan politik Israel mengenai masa depan Otoritas Palestina.

Sebagian pihak ingin mempertahankan Otoritas dalam bentuk yang ada demi membebaskan Tel Aviv dari kewajiban mengurus kehidupan sehari-hari warga Palestina.

Sementara lainnya justru menganggap keberadaan Otoritas mengganggu dan perlu dipecah menjadi entitas kecil berbentuk kotamadya tanpa visi politik, sekadar mengelola kebutuhan administratif warga.

Kekhawatiran serius

Peneliti senior Al Jazeera Center for Studies, Liqaa Maki, menilai bahwa setelah dunia bungkam terhadap tragedi Gaza, langkah aneksasi Tepi Barat bukan lagi perkara sulit bagi Israel.

Namun, hal itu akan memperumit kehidupan warga Palestina, terutama karena wilayah mereka akan terpecah menjadi “pulau-pulau” terisolasi tanpa akses yang memadai.

Maki memperkirakan Otoritas Palestina bisa runtuh di tengah realitas baru itu. Israel, menurutnya, justru menginginkan “struktur administratif yang patuh, baik dari sisi keamanan maupun birokrasi”.

Ia juga tidak menutup kemungkinan terjadinya pengusiran massal warga Tepi Barat, yang oleh Israel dipandang lebih sebagai persoalan ideologis dan religius ketimbang isu keamanan seperti Gaza.

Lebih jauh, Maki meyakini Amerika Serikat tidak akan menentang bila Israel menganeksasi kawasan “C” sebagai respons atas langkah pengakuan Eropa terhadap negara Palestina.

Ia juga mengingatkan potensi tindakan represif Israel di kawasan utara Tepi Barat—seperti Tulkarm, Jenin, Tubas, Qalqilya, dan Nablus—yang bisa mendorong warganya ke pengungsian paksa.

Kekhawatiran itu kian menguat setelah Badan Perlawanan terhadap Tembok dan Permukiman mengungkapkan adanya penyitaan ratusan dunam tanah Palestina di distrik Nablus dan Qalqilya.

Lahan tersebut, menurut lembaga itu, dialihkan untuk melegalkan status pos-pos permukiman liar yang sudah dibangun Israel di wilayah itu.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular