Friday, November 21, 2025
HomeBeritaANALISIS - Apa pesan Israel lewat serangannya kembali ke Gaza?

ANALISIS – Apa pesan Israel lewat serangannya kembali ke Gaza?

Kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza kembali menghadapi ujian berat menyusul rangkaian serangan udara Israel yang berulang.

Eskalasi terbaru ini bukan sekadar operasi militer, tetapi juga menjadi ujian bagi posisi politik Palestina serta respons para mediator internasional.

Dari sudut pandang pengamat urusan Israel, Muhannad Mustafa, serangan tersebut dipakai untuk mencapai 2 tujuan.

Pertama, tujuan eksternal berupa upaya melemahkan struktur militer Hamas.

Kedua, tujuan internal, yaitu Perdana Menteri Benjamin Netanyahu—yang tengah diburu oleh Mahkamah Pidana Internasional—ingin mengirim sinyal politik bahwa keamanan Israel tidak ditentukan oleh perwakilan Amerika Serikat (AS) mana pun, melainkan oleh keputusan pemerintah Israel sendiri.

Mustafa menilai, Israel tengah berupaya memantapkan kendali jangka panjang atas Gaza, serupa dengan pendekatan mereka di Lebanon.

Sekaligus menyiapkan dasar politik untuk membenarkan operasi lanjutan terhadap Hamas apabila target pelucutan senjata tidak tercapai lewat kehadiran pasukan internasional.

Pada Kamis ini, Israel kembali menggempur sejumlah titik di Gaza, sehari setelah sedikitnya 34 warga Palestina gugur dalam serangan yang diklaim menyasar para komandan Brigade al-Qassam—sayap militer Hamas.

Hamas menuduh Netanyahu berupaya melanjutkan genosida terhadap warga Gaza.

Dalih Israel

Pengamat politik Palestina, Iyad al-Qarra, menilai Israel menggunakan dalih pembunuhan komandan al-Qassam untuk membenarkan serangan tersebut.

Ia menegaskan bahwa kelompok perlawanan tetap menjaga disiplin di area “zona kuning” demi menghindari meluasnya konfrontasi.

Dalam pernyataan resminya, Hamas menuduh Israel melakukan pelanggaran terang-terangan dengan menggeser “garis kuning” ke arah barat secara terus-menerus, memicu gelombang pengungsian baru.

Perubahan posisi garis itu dinilai bertentangan dengan peta yang menjadi acuan kesepakatan penghentian perang.

Adapun “garis kuning” merupakan batas antara wilayah yang dikuasai Hamas dan zona penyangga yang berada di bawah kendali militer Israel.

Zona tersebut mencakup sekitar 53 persen luas Gaza dan ditandai dengan balok-balok beton berwarna kuning.

Terkait opsi yang dimiliki pihak Palestina, al-Qarra memandang ruang gerak mereka dibatasi oleh tekanan situasi dan keseimbangan kekuatan di lapangan.

Menurutnya, pihak Palestina kini berupaya mendorong para mediator untuk memastikan Israel mematuhi kesepakatan dan bergerak menuju fase kedua dari perjanjian tersebut.

Ia menambahkan, memang terdapat peluang untuk melakukan manuver terbatas di medan pertempuran.

Namun, manuver itu mengandung risiko besar, karena dapat dimanfaatkan Netanyahu untuk memicu konfrontasi langsung.

Meski demikian, langkah tersebut tetap menjadi kartu tekanan yang dimiliki perlawanan Palestina.

Di sisi lain, mantan Ketua Tim Kampanye Donald Trump di Delaware, Rob Arlett, menilai pemerintahan AS berupaya menjaga ketahanan gencatan senjata.

Selain itu, juga mendorong perjanjian itu menuju perdamaian yang berkelanjutan melalui pengerahan pasukan internasional—tanpa keterlibatan langsung tentara Amerika.

Washington, menurut Arlett, terus mengawasi kepatuhan Israel.

Ia menambahkan, Presiden Trump berkepentingan memastikan kesepakatan ini berhasil sebagai pencapaian politiknya.

Sehingga ia menekan pemerintah Israel untuk menghentikan kekerasan dan mengawal transisi menuju tahap berikutnya dalam perjanjian.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler