Saturday, November 23, 2024
HomeBeritaApa itu Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) dan bagaimana mereka bekerja?

Apa itu Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) dan bagaimana mereka bekerja?

Dibentuk pada tahun 2002 dan berpusat di Den Haag, ICC (Pengadilan Kriminal Internasional) adalah pengadilan pidana yang dapat mengadili individu atas kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan.

Baru-baru ini, ICC telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang di Gaza.

Sejumlah negara yang tergabung dengan ICC telah menyatakan kesiapannya menangkap Netanyahu dan Gallant jika berkunjung ke negara mereka.

Berikut fakta-fakta tentang ICC dan bagaimana pengadilan ini berkontribusi dalam membangun dunia yang lebih adil.

Apa yang bisa dilakukan ICC?

ICC dibentuk untuk mengadili pelaku kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, dan agresi. Pengadilan ini menjadi pengadilan permanen pertama di dunia yang berbasis perjanjian internasional, lansir BBC.

ICC telah berhasil mengadili individu yang terlibat dalam kejahatan perang di bekas Yugoslavia, termasuk di Srebrenica, serta mengungkap kejahatan menggunakan tentara anak-anak, penghancuran warisan budaya, kekerasan seksual, dan serangan terhadap warga sipil. ICC juga telah menyelidiki konflik-konflik besar seperti di Darfur, Republik Demokratik Kongo (DRC), Gaza, Georgia, dan Ukraina.

Dalam proses persidangan, saksi dan pengacara yang mewakili korban sering kali memberikan kesaksian penting.

Korban, yang adalah individu yang menderita akibat kejahatan yang diadili, memiliki hak untuk berpartisipasi dalam semua tahap proses peradilan ICC.

Lebih dari 10.000 korban telah ikut serta dalam proses ini, dan ICC juga menjalin hubungan langsung dengan komunitas yang terdampak.

Setiap terdakwa dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah di pengadilan. ICC memberikan hak-hak penting kepada terdakwa, seperti hak untuk diberitahukan mengenai tuduhan, mempersiapkan pembelaan, serta memilih pengacara secara bebas.

Pengadilan ICC dilakukan dalam lebih dari 40 bahasa untuk memastikan hak terdakwa atas proses yang adil.

ICC tidak menggantikan pengadilan nasional, melainkan bertindak sebagai pengadilan terakhir. Negara bertanggung jawab utama untuk menyelidiki dan mengadili pelaku kejahatan. ICC hanya akan turun tangan jika negara tersebut tidak mampu atau tidak mau mengadili kejahatan serius di wilayahnya.

Dengan dukungan 124 negara, ICC telah menjadi lembaga peradilan yang independen dan permanen.

Namun, ICC tidak memiliki polisi atau wilayah untuk memindahkan saksi yang terancam. Oleh karena itu, pengadilan sangat bergantung pada kerjasama negara-negara anggotanya untuk melaksanakan perintah penangkapan atau pemanggilan saksi.

Kasus yang ditangani ICC

Putusan pertama ICC, pada Maret 2012, dijatuhkan kepada Thomas Lubanga, pemimpin milisi di Republik Demokratik Kongo. Ia dihukum karena kejahatan perang terkait penggunaan anak-anak dalam konflik di negara tersebut dan dijatuhi hukuman 14 tahun penjara pada Juli.

Tokoh dengan profil tertinggi yang diadili ICC adalah mantan Presiden Pantai Gading, Laurent Gbagbo. Ia didakwa pada 2011 dengan tuduhan pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan, dan “tindakan tidak manusiawi lainnya”, namun dibebaskan dari semua tuduhan.

Joseph Kony, pemimpin kelompok pemberontak Uganda, Tentara Perlawanan Tuhan (LRA), termasuk di antara yang paling dicari oleh ICC. Ia didakwa dengan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang, termasuk penculikan ribuan anak.

Pengadilan ini sering dikritik, terutama oleh Uni Afrika, karena fokusnya yang dianggap berlebihan pada Afrika. Namun, ICC membantah tuduhan tersebut dengan menunjukkan bahwa beberapa kasus berasal dari rujukan negara yang terkena dampak atau rujukan oleh PBB.

Pada 2023, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin yang diduga bertanggung jawab atas kejahatan perang, dengan klaim utama terkait deportasi ilegal anak-anak dari Ukraina ke Rusia.

Bagaimana ICC menyidangkan tersangka?

ICC tidak memiliki kepolisian sendiri untuk menangkap dan mengadili tersangka. Sebagai gantinya, pengadilan ini bergantung pada layanan kepolisian nasional untuk melakukan penangkapan dan menyerahkan tersangka ke Den Haag.

Seorang jaksa memulai penyelidikan jika sebuah kasus dirujuk oleh Dewan Keamanan PBB atau negara yang meratifikasi perjanjian ICC. Jaksa juga dapat bertindak secara independen, namun tuntutan harus disetujui oleh panel hakim.

Saat sebuah kasus sampai ke pengadilan, jaksa harus membuktikan bahwa terdakwa bersalah di luar keraguan yang wajar. Tiga hakim mempertimbangkan seluruh bukti dan kemudian mengeluarkan putusan, dan jika terdakwa dinyatakan bersalah, dijatuhkan hukuman.

Mengapa AS tidak jadi Anggota ICC?

Selama negosiasi pembentukan ICC, AS berpendapat bahwa tentaranya mungkin menjadi sasaran tuntutan yang dimotivasi secara politik akibat perang yang mereka kobarkan.

Dalam keputusan yang banyak dikritik pada Juli 2002, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan kompromi yang memberi pengecualian 12 bulan bagi tentara AS dari proses hukum, yang dapat diperpanjang setiap tahun.

Namun, pada Juni 2004, Dewan Keamanan yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal PBB saat itu, Kofi Annan, menolak untuk memperpanjang pengecualian setelah foto penyiksaan tahanan Irak oleh tentara AS mengejutkan dunia.

Operasional ICC dianggap melemah tanpa keterlibatan AS, namun Washington tidak menutup kemungkinan untuk bekerja sama dalam kasus-kasus tertentu. Presiden Joe Biden telah memerintahkan badan intelijen AS untuk membagikan bukti kejahatan perang Rusia di Ukraina kepada pengadilan.

Negara lain yang tidak bergabung dengan ICC

Beberapa negara besar tidak berada di bawah yurisdiksi ICC. Beberapa negara, termasuk China, India, Pakistan, Indonesia, dan Turki, belum menandatangani perjanjian ICC. Negara lain, seperti Israel, Mesir, Iran, dan Rusia, sudah menandatangani namun belum meratifikasinya.

Dampak ICC terhadap Pengadilan Nasional

Negara-negara yang bergabung dengan perjanjian ICC mungkin ingin memastikan bahwa mereka dapat mengadili semua kejahatan yang tercakup dalam perjanjian tersebut. Jika tidak, pengadilan ICC mungkin akan turun tangan. Beberapa pemerintah sudah memperkenalkan undang-undang untuk melakukan perubahan pada sistem peradilan mereka sendiri.

Siapa yang Membayar untuk ICC?

Negara-negara peserta yang membiayai ICC, dengan kontribusi yang ditentukan berdasarkan kekayaan nasional mereka, seperti halnya kontribusi mereka pada PBB. Ketiadaan AS membuat pendanaan ICC lebih mahal bagi negara lain. Inggris, Jepang, Jerman, dan Prancis adalah di antara kontributor terbesar.

 

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Pengajar HI Universitas Al Azhar Indonesia, Mahasiswa PhD Hubungan Antarbangsa Universitas Sains Malaysia.
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular