Mahkamah Internasional (ICJ) pada 26 Januari lalu mengeluarkan putusan sela yang memerintahkan Israel melakukan segala upaya untuk menghindari aksi militer yang mengarah pada genosida di Gaza.
Putusan itu membuat tindak tanduk Israel dan negara-negara penyokongnya berada dalam pantauan hukum internasional selama perang di Gaza masih berkecamuk.
Sebagaimana Menteri Luar Negeri Palestina Riyadh Maliki menyatakan putusan ICJ ini menjadi peringatan penting karena tidak ada negara yang tak tersentuh hukum atau tidak dapat diseret ke pengadilan.
Walakin, pada hari yang sama, Amerika Serikat (AS) dan Kanada mengeluarkan pernyataan resmi penangguhan pendanaannya terhadap badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA).
Keputusan Washington didasari tuduhan keterlibatan 12 staf badan tersebut dalam serangan Hamas ke wilayah Israel pada 7 Oktober.
Sehari setelahnya, Menteri Luar Negeri Israel bernama Israel Katz menulis di X, mengapresiasi langkah AS dan Kanada tersebut. Dalam tulisannya itu ia berharap negara-negara lain dapat mengikuti langkah kedua negara.
Hanya dalam hitungan jam, fokus pemberitaan internasional jadi beralih dari putusan ICJ ke keputusan AS beserta sekutunya.
Dari menyoroti 27 ribu lebih warga sipil Gaza yang terbunuh, ke tuduhan pejabat Israel terhadap 12 dari 13.000 staf di Gaza, yang persentasenya tidak sampai satu persen.
Media-media memberitakan, keputusan itu terlihat sebagai aksi balasan terhadap putusan ICJ yang merugikan Israel dan negara-negara penyokongnya.
The Truthout mempublikasikan editorial yang menyebut kekuatan Barat yang dulunya merupakan negara penjajah, ikut bahu-membahu mendukung Israel dalam praktik genosidanya di Gaza. Negara-negara itu juga melakukan hal yang sama ketika Israel diadili oleh putusan ICJ.”
“AS bersama sekutu-sekutunya sedang mempertontonkan kekuatannya kepada dunia bahwa mereka berdiri tegak di belakang Israel, tak peduli apapun yang diputuskan pengadilan dunia,” tulis Michel Moushabeck, kolumnis media berbasis di Washington tersebut.
Menurut Michel, alih-alih menekan Israel agar mengindahkan putusan ICJ, AS dan sekutunya malah menangguhkan pendanaan kemanusiaan yang dampaknya dirasakan dua juta penduduk Gaza yang saat ini banyak terlantar di pengungsian.
Federasi Internasional untuk HAM (FIDH), organisasi HAM tertua ketiga di dunia, mengecam keras keputusan yang dilakukan AS dan sekutunya.
Dalam rilis pernyataannya FIDH bahkan secara tegas menyebut langkah tersebut sebagai aksi balasan yang secara sengaja mengabaikan hukum internasional dan membiarkan jutaan pengungsi Palestina terancam mati kelaparan.
“FIDH melihat keputusan tersebut sebagai aksi balasan yang nampak secara gamblang dimunculkan setelah ICJ mengeluarkan putusannya pada Jum’at 26 Januari,” tulis organisasi yang berbasis di Paris tersebut.
Paskaputusan ICJ, FIDH melihat harapan bahwa negara-negara AS dan sekutunya akan segera menangguhkan sokongan dana dan militer mereka ke Israel. Akan tetapi, yang mereka lakukan justru sebaliknya.
“Ini adalah aksi tolong-menolong dalam genosida yang sedang berlangsung dan merupakan tindakan sangat mengherankan yang berlawanan dengan putusan ICJ,” ucap Yosra Frawes, Kepala FIDH bagian Afrika Utara dan Timur Tengah.
Negara-negara pendonor
Negara-negara pendonor yang menangguhkan pendanaannya ke UNRWA hingga perkembangan terakhir berjumlah 18 negara.
Negara-negara tersebut adalah AS, Jerman, Kanada, Britania (UK), Australia, Prancis, Italia, Austria, Finlandia, Latvia, Lituania, Belanda, Rumania, Swiss, Islandia, Australia, Selandia Baru, dan Jepang.
Sementara, ada empat negara yang melawan arus dan menyatakan akan tetap mendanai UNRWA mengingat badan PBB tersebut berperan krusial dalam mendistribusikan bantuan kemanusiaan bagi sekitar dua juta penduduk Gaza.
Negara-negara tersebut adalah Irlandia, Norwegia, Portugal, dan Spanyol.
Portugal dan Spanyol bahkan mengumumkan akan menambah pendanannya beberapa waktu lalu.
Pada periode anggaran 2023, Madrid mendanai UNRWA sebesar €18,5 juta atau setara Rp303,7 miliar.
Madrir juga menambah €10 juta atau setara Rp168,5 miliar pada Desember untuk menggenjot pertumbuhan dan bantuan kemanusiaan di wilayah Palestina.
Senin (5/1) kemarin, melansir Reuters, Menteri Luar Negeri Spanyol Jose Manuel Albares bahkan akan menambah €3.5 juta lagi, atau setara Rp59 miliar, menyusul keputusan AS dan sekutunya.
Kantor berita EFE melaporkan Portugal juga ikut serta dalam langkah Spanyol yang akan memberikan tambahan kepada UNRWA sebesar €1 juta atau setara Rp16,8 miliar sebagai “donasi spesial”, setelah sebelumnya menganggarkan pada Desember sebesar €4 juta atau setara RP67,5 miliar.