Pemerintah Amerika Serikat menjatuhkan sanksi terhadap Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Palestina, Francesca Albanese, pada Rabu (9/7/2025) waktu setempat.
Langkah ini diambil menyusul laporan tajam yang disampaikan Albanese pada 30 Juni lalu, yang menuding lebih dari 60 perusahaan – termasuk raksasa teknologi AS seperti Google, Amazon, dan Microsoft – terlibat dalam apa yang ia sebut sebagai “transformasi ekonomi pendudukan Israel menjadi ekonomi genosida”.
Dalam laporannya, Albanese mendesak Mahkamah Pidana Internasional (ICC) serta sistem peradilan nasional untuk menyelidiki dan menuntut para eksekutif perusahaan tersebut. Ia juga menyerukan agar negara-negara anggota PBB menjatuhkan sanksi serta membekukan aset para pelaku yang terlibat.
“Hari ini saya menjatuhkan sanksi terhadap Pelapor Khusus Dewan HAM PBB Francesca Albanese atas upayanya yang tidak sah dan memalukan untuk mendorong tindakan ICC terhadap pejabat, perusahaan, dan eksekutif AS serta Israel,” ujar Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio melalui pernyataan di platform X (dulu Twitter).
Rubio menambahkan, “Kampanye perang politik dan ekonomi Albanese terhadap Amerika Serikat dan Israel tidak akan kami toleransi. Kami akan selalu berdiri bersama mitra kami dalam hak mereka untuk membela diri.”
Sanksi yang dijatuhkan mencakup pembekuan aset milik Albanese yang berada di wilayah AS, serta kemungkinan pembatasan aksesnya untuk bepergian ke negara tersebut. Meski Albanese berkewarganegaraan Italia, dampak sanksi AS bisa menjalar lebih jauh karena kebijakan sanksi sekunder. Artinya, entitas yang tetap menjalin hubungan keuangan dengan individu yang dikenai sanksi – termasuk bank-bank di Uni Eropa – juga bisa terancam hukuman dari AS.
Rubio dalam pernyataan lanjutannya menuding Albanese telah melakukan “perang ekonomi” terhadap pemerintah AS dan sekutunya. Ia menyebut bahwa Albanese mengirimkan surat ancaman kepada puluhan perusahaan di berbagai sektor, termasuk keuangan, teknologi, pertahanan, energi, hingga perhotelan. Dalam surat tersebut, Albanese dituduh membuat tudingan ekstrem dan tidak berdasar, serta mendorong penyelidikan dan penuntutan oleh ICC terhadap perusahaan-perusahaan dan para eksekutifnya.
“Mengambil untung dari genosida”
Dalam wawancara eksklusif yang akan segera diterbitkan oleh Middle East Eye, Albanese menuduh perusahaan-perusahaan besar dari AS dan Eropa mendapatkan keuntungan dari perang Israel di Gaza.
“Bukan warga Israel yang menjadi kaya karena genosida ini. Yang kaya adalah korporasi-korporasi besar dan oligarki yang terhubung dengan industri pertahanan, termasuk dari Eropa dan Amerika Serikat,” kata Albanese kepada media tersebut.
Laporan yang disusun Albanese tidak hanya menyasar perusahaan-perusahaan asal AS seperti Caterpillar, Airbnb, dan Lockheed Martin, tetapi juga mencantumkan nama perusahaan dari negara lain seperti HD Hyundai (Korea Selatan), Volvo Group (Swedia), BNP Paribas (Prancis), dan Barclays (Inggris).
Pengumuman sanksi ini bertepatan dengan kunjungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ke Washington DC pekan ini. Rubio diketahui bertemu dengan Netanyahu pada hari yang sama saat sanksi diumumkan.
Seorang pejabat pemerintah AS yang enggan disebutkan namanya mengatakan kepada Middle East Eye bahwa langkah ini “selaras dengan kebijakan pemerintah saat ini” dan telah diperkirakan sebelumnya.
Francesca Albanese kini menjadi salah satu pejabat PBB paling vokal dalam mengkritik perang Israel di Gaza, yang ia sebut sebagai bentuk genosida terhadap warga Palestina. Ia juga sebelumnya pernah mengkritik kebijakan mantan Presiden AS Donald Trump, termasuk rencana pengambilalihan Jalur Gaza yang diumumkan Februari lalu, yang dinilai bertujuan untuk mengusir paksa warga Palestina.
Awal bulan ini, AS juga telah meminta PBB untuk mencopot Albanese dari jabatannya. Hingga berita ini diturunkan, Albanese belum memberikan komentar resmi terkait sanksi tersebut.