Thursday, May 8, 2025
HomeBeritaDiab Abu Jahjah: Kami identifikasi pembunuh Hind Rajab lengkap dengan nama, pangkat,...

Diab Abu Jahjah: Kami identifikasi pembunuh Hind Rajab lengkap dengan nama, pangkat, dan bukti digital

Ketua Lembaga Hak Asasi Manusia Hind Rajab, Diab Abu Jahjah, mengungkap perkembangan baru dalam penyelidikan kematian Hind Rajab, anak perempuan Palestina yang tewas dalam serangan militer Israel pada awal 2024.

Dalam wawancara dengan Al Jazeera Net, ia menegaskan bahwa lembaganya telah berhasil mengidentifikasi pelaku pembunuhan, lengkap dengan nama, pangkat, dan bukti yang diambil dari data digital para tentara Israel.

Abu Jahjah menyebut Kolonel Beni Aharon, komandan Brigade Tank 401 milik militer Israel, sebagai penanggung jawab langsung atas serangan yang menewaskan Hind dan keluarganya.

Serangan tersebut terjadi pada 29 Januari 2024 di kawasan Tel Al-Hawa, Jalur Gaza.

“Kami memiliki bukti kuat yang mengarah langsung pada unit dan komandan yang terlibat,” ujar Abu Jahjah.

Tragedi ini bermula saat kendaraan sipil yang membawa Hind Rajab dan keluarganya diserang oleh tank Israel.

Meskipun mengalami luka parah, Hind sempat bertahan hidup selama beberapa jam dan menghubungi petugas medis.

Dalam panggilan tersebut, ia terdengar berbisik.

“Saya sangat takut… tolong datang,” katanya. Namun, sebelum bantuan tiba, nyawanya tak terselamatkan.

Unit tank yang berada di lokasi dan berada di bawah komando Kolonel Aharon tidak hanya menewaskan keluarga Hind.

Mereka juga menyerang ambulans milik Bulan Sabit Merah Palestina yang dikirim untuk menyelamatkan anak itu, mengakibatkan dua paramedis turut menjadi korban.

Perjalanan pengumpulan bukti

Ketua Lembaga Hind Rajab, Diab Abu Jahjah, mengungkap secara rinci bagaimana organisasinya berhasil merangkai bukti yang menunjukkan keterlibatan langsung Brigade Lapis Baja 401 milik militer Israel dalam pembunuhan Hind Rajab dan keluarganya.

Menurut Abu Jahjah, proses investigasi dilakukan dengan cermat dan bertumpu pada berbagai sumber yang saling melengkapi.

“Kami mengandalkan bukti yang tersebar di banyak tempat, termasuk yang berasal dari pelaku sendiri,” ujarnya.

Sumber utama pertama berasal dari unggahan para tentara Israel di media sosial, di mana mereka membagikan foto dan video dari posisi mereka di atas tank saat kejadian berlangsung.

Sumber kedua berasal dari data publik di platform digital, yang kemudian dianalisis secara teknis dan visual.

Selain itu, lembaga ini juga merujuk pada laporan investigatif dari media internasional, seperti Sky News, The Washington Post, dan Al Jazeera.

Tak kalah penting, kata Abu Jahjah, adalah arsip berbahasa Ibrani yang tidak tersedia dalam bahasa lain dan menjadi kunci dalam memahami konteks militer serta identitas para personel di lapangan.

“Semua bukti ini awalnya tampak terpisah-pisah, seperti potongan puzzle. Tapi ketika disusun dan dianalisis secara sistematis, terbentuklah gambaran utuh tentang apa yang sebenarnya terjadi,” kata Abu Jahjah.

Dengan mengumpulkan dan mencocokkan ratusan video yang diunggah para tentara, tim investigasi berhasil mengidentifikasi batalion, unit, serta nama-nama prajurit dan perwira yang berada di lokasi kejadian saat insiden berlangsung.

Pendekatan forensik digital ini, ujar Abu Jahjah, merupakan bagian dari komitmen lembaga untuk menyusun narasi berbasis bukti kuat, guna menembus pengingkaran resmi dari pihak militer Israel.

“Ini bukan sekadar klaim; ini konstruksi fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan moral,” tegasnya.

Bukti yang Tak Terbantahkan

Pada awalnya, pihak militer Israel membantah keberadaan pasukannya di lokasi kejadian. Namun, bukti yang dikumpulkan tim Abu Jahjah menunjukkan sebaliknya.

“Kami memiliki saksi dan bukti visual yang menunjukkan bahwa Kolonel Beni Aharon berada hanya beberapa ratus meter dari lokasi kendaraan keluarga Rajab diserang,” kata Abu Jahjah.

Menurut dia, tidak ada lagi ruang untuk menyangkal tanggung jawab langsung sang komandan.

Ia juga menjelaskan bahwa proses verifikasi bukti dilakukan oleh dua tim: satu dari internal lembaga yang berpengalaman dalam dokumentasi konflik, dan satu lagi dari jaringan pakar serta lembaga internasional yang membantu memastikan validitas temuan.

Meski telah mengantongi nama-nama pelaku lainnya, Abu Jahjah menolak untuk mengungkapkan lebih jauh dengan alasan strategi hukum.

“Kami hanya menyebut nama Kolonel Beni Aharon karena keterlibatannya sudah tak terbantahkan. Ia adalah komandan satu-satunya unit lapis baja yang berada di area tersebut hari itu,” pungkasnya.

Prosedur hukum

Setelah berhasil mengumpulkan bukti-bukti kuat terkait pembunuhan Hind Rajab, Ketua Lembaga Hak Asasi Manusia Hind Rajab, Diab Abu Jahjah, menjelaskan sejumlah langkah hukum yang kini tengah ditempuh organisasinya untuk membawa para pelaku ke pengadilan.

Langkah pertama yang dinilai paling mendesak, menurut Abu Jahjah, adalah mendorong Mahkamah Pidana Internasional (ICC) agar segera mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Kolonel Beni Aharon.

“Sebagai komandan satuan yang bertanggung jawab langsung atas pembantaian itu, Aharon harus menjadi target utama upaya hukum internasional,” ujar Abu Jahjah dalam wawancara dengan Al Jazeera Net.

Selain itu, organisasi juga memanfaatkan jalur hukum nasional di berbagai negara untuk menuntut tentara dan perwira Israel lainnya, khususnya mereka yang memiliki kewarganegaraan ganda.

Menurut Abu Jahjah, para pelaku ini tidak memiliki kekebalan hukum di negara asal mereka, sehingga memungkinkan untuk diajukan ke pengadilan nasional atas dasar hukum internasional.

“Ini adalah strategi inti dari kerja kami. Kami melihat ada celah hukum yang bisa dimanfaatkan untuk mengejar mereka di luar Israel,” jelasnya.

Langkah lain yang dianggap mendesak adalah penindakan terhadap apa yang disebut “tentara pengunjung” — tentara Israel yang melakukan perjalanan singkat ke negara lain.

Abu Jahjah mencontohkan keberhasilan organisasinya dalam mengeluarkan surat penangkapan terhadap tentara Israel di Brasil dan Siprus.

“Ini bukan sekadar langkah hukum, tapi juga pembentukan kesadaran tentang pentingnya supremasi hukum internasional,” ujarnya.

Menurutnya, pendekatan ini menjadi alternatif efektif dalam menghadapi stagnasi proses hukum di lembaga-lembaga internasional.

“Kami menunjukkan bahwa aparat penegak hukum nasional memiliki wewenang menerapkan Statuta Roma, tanpa harus menunggu Mahkamah Pidana Internasional,” tegasnya.

Ia menambahkan, hasil kerja ini mulai membuat militer Israel panik.

“Kini mereka menyembunyikan identitas tentaranya dan melarang mereka mempublikasikan unggahan di media sosial,” katanya.

Kejahatan perang

Soal klasifikasi hukum atas kasus pembunuhan Hind Rajab, Abu Jahjah menyebutnya sebagai “kejahatan perang, minimal.”

Menurutnya, serangan terhadap kendaraan sipil yang diketahui masih berisi korban hidup—terutama anak kecil—tidak bisa ditoleransi dengan alasan apapun.

“Militer Israel bisa saja mengklaim bahwa serangan awal merupakan kesalahan informasi. Tapi mereka tidak bisa menyangkal bahwa Hind Rajab masih hidup setelah serangan pertama, karena seluruh dunia mengetahuinya,” ungkapnya.

Ia juga menyoroti pembunuhan terhadap dua paramedis dari Bulan Sabit Merah Palestina yang diserang saat tengah menuju lokasi untuk menyelamatkan Hind.

“Ambulans itu dikirim dengan pemberitahuan kepada militer Israel. Fakta bahwa kendaraan itu tetap diserang menunjukkan bahwa ini adalah tindakan yang disengaja, bukan kekeliruan,” tegasnya.

Abu Jahjah menutup pernyataannya dengan refleksi mendalam.

“Pikiran yang sanggup membidik seorang anak kecil bukanlah pikiran militer semata, melainkan pikiran genosidal. Pikiran yang sama yang telah menewaskan ribuan anak Gaza dan yang merancang pembersihan etnis di sana,” katanya.

Ia menambahkan, tragedi Hind Rajab telah menggugah nurani dunia dan menjadi katalis lahirnya lembaga yang kini ia pimpin.

“Itulah mengapa kami menamai organisasi ini dengan nama Hind Rajab—sebagai peringatan akan kebrutalan, sekaligus sebagai simbol perjuangan hukum dan kemanusiaan,” imbuhnya.

Sebagai informasi, Lembaga Hind Rajab adalah organisasi hak asasi manusia non-pemerintah yang berbasis di Brussel.

Fokus utama lembaga ini adalah mengejar pertanggungjawaban hukum terhadap tentara Israel yang diduga melakukan kejahatan perang terhadap rakyat Palestina.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular