Dokumen internal yang bocor mengungkap bahwa Google telah menandatangani kontrak kontroversial dengan Pemerintah Israel dalam proyek bernama Project Nimbus. Sebuah inisiatif teknologi komputasi awan canggih.
Laporan rahasia itu menunjukkan bahwa Google menyadari sejak awal bahwa mereka tidak akan mampu mengendalikan bagaimana teknologi tersebut akan digunakan oleh mitra Israel.
Hal itu bisa menjerat perusahaan raksasa teknologi ini dalam masalah hukum dan etika serius.
Laman investigasi The Intercept yang pertama kali mengungkap dokumen ini, menyebut bahwa proyek tersebut melibatkan kerja sama tingkat tinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya antara Google dan pemerintah asing.
Hal ini mencakup pertukaran informasi sensitif dan koordinasi mekanisme kerja yang erat dengan lembaga keamanan Israel, termasuk militer dan intelijen.
Lebih jauh, disebutkan bahwa terdapat tim rahasia di dalam Google yang terdiri dari warga negara Israel dengan izin keamanan tinggi.
Tim ini bekerja langsung dengan dinas keamanan Israel dan bahkan mengikuti pelatihan bersama, menandakan integrasi teknologi Google ke dalam strategi keamanan negara itu.
Dalam laporan itu juga terungkap bahwa tim tersebut dirancang untuk menerima informasi dari Israel yang tidak dapat dibagikan ke dalam Google secara luas.
Kontrak tersebut bahkan mewajibkan Google untuk memberitahukan Pemerintah Israel apabila ada upaya investigasi dari pihak asing terhadap proyek tersebut, serta untuk menolak atau melawan segala permintaan hukum dari pemerintah lain—kecuali disetujui terlebih dahulu oleh Israel.
Risiko pelanggaran HAM dan kerugian reputasi
Google, menurut laporan itu, mengkhawatirkan bahwa teknologi cloud dan kecerdasan buatannya (AI) dapat digunakan untuk melakukan pelanggaran terhadap warga Palestina, khususnya di wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Risiko ini dinilai bukan hanya mencoreng citra perusahaan, tetapi juga membuka kemungkinan tuntutan hukum di tingkat internasional.
Proyek Nimbus sendiri adalah hasil kontrak besar yang diumumkan pada tahun 2021 antara Pemerintah Israel dengan dua raksasa teknologi: Google dan Amazon.
Kontrak ini ditujukan untuk menyediakan layanan cloud, penyimpanan data, dan pemrosesan informasi tingkat lanjut kepada berbagai institusi negara Israel, termasuk militer dan dinas intelijen.
Proyek ini juga meliputi pembangunan pusat-pusat data di dalam Israel yang sepenuhnya tunduk pada hukum domestic.
Sehingga Google tidak memiliki wewenang untuk memantau atau mengatur bagaimana teknologi mereka digunakan oleh pihak Israel.
Seorang konsultan eksternal yang diminta Google untuk menilai proyek ini memperingatkan bahaya besar dalam menyerahkan teknologi machine learning dan AI kepada Pemerintah Israel.
Ia menyebut bahwa hal itu dapat berkontribusi pada pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia.
Meski demikian, Google tetap melanjutkan proyek ini, mempertimbangkan keuntungan finansial yang diproyeksikan mencapai 3,3 miliar dollar AS selama periode 2023 hingga 2027.
Batasan ketat dan durasi panjang
Laporan rahasia itu secara terbuka menyingkap berbagai batasan ketat yang diberlakukan terhadap Google.
Disebutkan bahwa perusahaan hanya akan memiliki pengetahuan yang sangat terbatas tentang bagaimana perangkat lunaknya digunakan oleh pihak Israel.
Bahkan, Google dilarang membatasi jenis layanan atau data yang diakses oleh kementerian-kementerian Israel, termasuk Kementerian Pertahanan, meskipun ada indikasi penyalahgunaan.
Kontrak tersebut juga memungkinkan Pemerintah Israel memperpanjang masa berlaku proyek hingga 23 tahun ke depan.
Google, dalam skema ini, akan kesulitan mundur sekalipun terjadi pelanggaran nyata terhadap hukum internasional atau hak asasi manusia.
Karena Project Nimbus tunduk sepenuhnya pada hukum Israel, Google tidak bisa bekerja sama dengan penyelidikan internasional mana pun terkait penggunaan teknologinya dalam konteks pelanggaran.
Dalam kesimpulan laporan yang ditulis oleh jurnalis investigatif Sam Biddle, disebutkan bahwa Google telah meninggalkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dengan menandatangani kontrak yang mengebiri wewenangnya sendiri.
Hal ini menempatkan perusahaan dalam posisi rentan terhadap pertanggungjawaban hukum dan kecaman publik yang semakin meluas.