Saturday, May 31, 2025
HomeBeritaDua prajurit Israel dipenjara karena menolak bertugas di Gaza

Dua prajurit Israel dipenjara karena menolak bertugas di Gaza

Pengadilan militer Israel pada Kamis (29/5/2025) menjatuhkan hukuman penjara terhadap dua prajurit dari Brigade Nahal setelah mereka menolak kembali bertugas di Jalur Gaza. Keduanya mengaku mengalami kelelahan berat usai menjalani operasi militer selama satu setengah tahun terakhir.

Kantor penyiaran publik Israel, KAN, melaporkan bahwa meskipun militer sebelumnya menyatakan tidak akan memenjarakan personel yang menolak tugas, dua prajurit tersebut tetap diproses secara hukum. Keduanya dijatuhi hukuman masing-masing 15 dan 20 hari penjara.

KAN juga mengungkapkan bahwa kedua prajurit tersebut mulai bertugas pada Agustus 2022. Kepada komandan batalion, mereka menyampaikan keluhan terkait kelelahan fisik dan mental akibat intensitas operasi militer yang mereka jalani selama lebih dari satu tahun.

Laporan yang sama menyebutkan bahwa awal bulan ini, 11 prajurit infanteri lainnya juga mengajukan permintaan serupa kepada komandan batalion mereka, meminta untuk tidak kembali dikirim ke Gaza dengan alasan kelelahan. Namun, permintaan itu ditanggapi dengan ancaman hukuman penjara 20 hari bagi siapa pun yang menolak perintah dinas.

Penolakan prajurit Israel untuk bertugas di Gaza bukan kali pertama terjadi. Pada Mei lalu, militer Israel mulai mengirimkan puluhan ribu surat panggilan bagi pasukan cadangan, sebagai bagian dari persiapan perluasan operasi militer di wilayah Gaza.

Media Israel, termasuk Yedioth Ahronoth, menyebut langkah ini sebagai upaya untuk memperluas operasi ofensif militer yang menuai kecaman internasional.

Pada bulan yang sama, tim peneliti dari Universitas Tel Aviv merilis temuan bahwa sekitar 12 persen pasukan cadangan Israel yang terlibat dalam konflik di Gaza mengalami gejala stres pascatrauma (PTSD) yang parah, sehingga dinyatakan tidak layak untuk kembali berdinas secara aktif. Laporan ini dimuat oleh harian Haaretz.

Sejak Oktober 2023, militer Israel melancarkan serangan besar-besaran ke Gaza yang telah menewaskan lebih dari 54.000 warga Palestina. Sebagian besar korban merupakan perempuan dan anak-anak.

Meski banyak negara dan lembaga internasional menyerukan gencatan senjata, Israel tetap melanjutkan operasi militer tersebut.

Pada November lalu, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga tengah menghadapi gugatan atas dugaan genosida terhadap warga sipil Gaza di Mahkamah Internasional (ICJ), yang proses hukumnya masih berlangsung hingga saat ini.

 

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular