Empat menteri senior dalam kabinet pemerintahan Israel pada Ahad (20/4) menyerukan agar negara itu segera menggabungkan wilayah Tepi Barat yang saat ini masih berstatus wilayah pendudukan.
Seruan itu disampaikan dalam acara peresmian kawasan pemukiman baru di Har Bracha, salah satu permukiman Israel yang terletak di wilayah Tepi Barat.
Menurut laporan lembaga penyiaran resmi Israel, Kan, para menteri yang hadir dalam acara tersebut mendesak pemerintah untuk mengambil langkah konkret dalam menerapkan kedaulatan penuh Israel atas Tepi Barat.
Mereka adalah Menteri Pertahanan, Israel Katz, Menteri Permukiman, Orit Strock, Menteri Kehakiman, Yariv Levin, dan Menteri Urusan Negev dan Galilea, Yitzhak Wasserlauf.
“Permukiman adalah garis pertahanan terdepan Israel,” ujar Katz dalam sambutannya.
Ia juga menegaskan bahwa Israel akan terus melakukan operasi militer terhadap apa yang disebutnya sebagai “terorisme di wilayah Samaria Utara”. Istilah yang kerap digunakan oleh pemerintah Israel untuk merujuk pada bagian utara Tepi Barat.
Sejak beberapa bulan terakhir, pemerintah Israel secara de facto telah mengambil sejumlah langkah yang dinilai sebagai bagian dari strategi aneksasi Tepi Barat.
Pada Maret lalu, Dewan Keamanan Nasional menyetujui pemisahan 13 kawasan permukiman di wilayah itu sebagai upaya awal menuju pengakuan resmi terhadap status legal mereka.
Menteri Keuangan Bezalel Smotrich bahkan menyatakan bahwa pemerintah telah mulai mengambil langkah awal menuju penerapan kedaulatan penuh di wilayah tersebut.
Pernyataan-pernyataan ini muncul di tengah situasi yang semakin kompleks, menyusul perang yang berlangsung di Gaza sejak 7 Oktober 2023.
Dalam berbagai kesempatan, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan penolakannya terhadap gagasan pembentukan negara Palestina serta menyampaikan niat pemerintahannya untuk secara resmi menggabungkan wilayah Tepi Barat.
Kekerasan dan ekspansi permukiman
Seiring dengan agresi militer Israel di Gaza, tindakan kekerasan dan ekspansi permukiman di Tepi Barat juga meningkat tajam.
Sejak Januari 2024, wilayah utara Tepi Barat mengalami tekanan militer yang intens, disertai upaya sistematis untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka.
Pemerintah Palestina memperingatkan bahwa jika Israel secara resmi mencaplok Tepi Barat, maka hal itu akan menandai akhir dari kemungkinan solusi dua negara.
Sementara itu, gelombang kekerasan juga terus meningkat di wilayah Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur.
Sejak Oktober 2023, tercatat sedikitnya 954 warga Palestina gugur dan hampir 7.000 lainnya terluka akibat serangan yang dilakukan oleh pasukan Israel dan kelompok pemukim. Lebih dari 16.400 warga Palestina juga dilaporkan telah ditangkap dalam periode yang sama.
Adapun di Jalur Gaza, operasi militer Israel yang didukung penuh oleh Amerika Serikat (AS) telah menyebabkan lebih dari 168.000 korban jiwa dan luka-luka. Mayoritas di antaranya adalah perempuan dan anak-anak. Hingga kini, lebih dari 11.000 orang dilaporkan masih hilang.