Mahasiswa pascasarjana asal Palestina di Universitas Columbia, Mahmoud Khalil, terancam dideportasi dari Amerika Serikat setelah pengadilan imigrasi di negara bagian Louisiana memutuskan bahwa keberadaannya dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional AS.
Putusan tersebut disampaikan pada Jumat (11/4/2025) dalam sidang yang membahas legalitas deportasi terhadap Khalil, yang dikenal sebagai aktivis pro-Palestina dan pernah memimpin aksi solidaritas di Universitas Columbia tahun lalu untuk mengecam serangan militer Israel di Jalur Gaza.
Dalam sidang yang digelar di kota kecil Jena, Hakim Imigrasi Jamie E. Comans menyatakan bahwa pemerintah AS telah memberikan cukup bukti bahwa keberadaan Khalil di negara itu dapat menimbulkan “konsekuensi serius terhadap kebijakan luar negeri”, sebagaimana dilaporkan oleh kantor berita Associated Press (AP).
Comans menambahkan bahwa pemerintah “telah membuktikan dengan bukti yang jelas dan meyakinkan bahwa Khalil dapat dideportasi”.
Putusan ini muncul di tengah meningkatnya tekanan terhadap mahasiswa dan akademisi pro-Palestina di berbagai kampus Amerika Serikat, menyusul kebijakan keras yang diterapkan pemerintahan Presiden Donald Trump terhadap dukungan terhadap perjuangan Palestina.
Meski demikian, tim kuasa hukum Khalil menyatakan akan mengajukan banding atas putusan tersebut dan terus berupaya mencari pengecualian hukum bagi klien mereka. “Kami tidak akan berhenti berjuang,” ujar Mark Van Der Hout, pengacara Khalil, dalam persidangan.
Sebelumnya, pada 11 Maret lalu, seorang hakim federal sempat mengeluarkan keputusan untuk menunda sementara proses deportasi terhadap Mahmoud Khalil. Namun, keputusan terbaru ini membuka kembali jalan bagi kemungkinan pemulangan paksa.
Van Der Hout juga menegaskan bahwa dokumen pemerintah yang diajukan ke pengadilan justru menunjukkan bahwa alasan deportasi kliennya “tidak berkaitan dengan kebijakan luar negeri”, seperti yang dituduhkan.
Mahmoud Khalil ditangkap pada 9 Maret lalu oleh otoritas imigrasi AS. Ia sebelumnya dikenal sebagai salah satu tokoh utama dalam aksi solidaritas pro-Palestina di Universitas Columbia, yang kemudian menyebar ke lebih dari 50 kampus di seluruh Amerika Serikat. Dalam gelombang protes tersebut, lebih dari 3.100 orang ditangkap, mayoritas merupakan mahasiswa dan anggota fakultas.
Sejak agresi Israel ke Jalur Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023, dukungan dari mahasiswa dan masyarakat sipil terhadap rakyat Palestina meningkat secara signifikan, di tengah laporan tentang genosida yang dilakukan Israel di Gaza. Hingga kini, lebih dari 166.000 warga Palestina menjadi korban tewas dan luka-luka, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak. Sementara lebih dari 11.000 orang masih dinyatakan hilang.