Kepala biro politik luar negeri Hamas, Sami Abu Zuhri, menyatakan bahwa Israel tengah menyebarkan informasi palsu untuk membingungkan situasi dan menekan kelompok perlawanan di Gaza, sembari terus melancarkan serangan terhadap warga sipil.
Dalam wawancara dengan saluran televisi Al-Aqsa, yang berafiliasi dengan Hamas, Abu Zuhri membantah laporan yang menyebut Hamas setuju membebaskan sembilan tahanan Israel dengan imbalan gencatan senjata selama dua bulan.
“Kami telah menyerahkan tentara Israel, Edan Alexander, sebagai langkah awal menuju kesepakatan. Namun, langkah itu tidak dihargai oleh pihak Amerika Serikat,” ujar Abu Zuhri.
Ia menegaskan bahwa Hamas tidak akan menyerahkan para tahanan yang mereka miliki selama agresi militer Israel terus berlanjut di Gaza. Menurutnya, Hamas hanya bersedia membebaskan tahanan Israel dalam satu tahap jika Israel menghentikan perang dengan jaminan internasional.
Abu Zuhri menambahkan bahwa kekuatan perlawanan di Gaza tetap solid meskipun terdapat perbedaan besar dalam kemampuan militer dibandingkan pasukan Israel. “Perlawanan masih berjalan dan tidak ada kekhawatiran mengenai masa depannya,” katanya.
Syarat Israel dan AS
Sebelumnya pada Minggu, utusan khusus AS untuk urusan sandera, Adam Boehler, menyatakan bahwa Hamas harus membebaskan para tahanan jika ingin serangan udara Israel dihentikan. “Pembebasan para sandera akan terjadi lewat tekanan dan kekuatan,” kata Boehler.
Putaran baru perundingan di Doha berlangsung dalam beberapa hari terakhir, bertepatan dengan kunjungan Presiden AS Donald Trump ke kawasan, yang mencakup Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab.
Sementara itu, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan dalam pernyataan resmi bahwa tim perunding Israel sedang berada di Doha untuk mengejar setiap peluang kesepakatan. Rencana tersebut bisa mengacu pada inisiatif utusan AS Stephen Witkoff atau sebagai bagian dari penghentian pertempuran.
Namun, Israel tetap menuntut agar kesepakatan mencakup pembebasan seluruh sandera, penarikan pejuang Hamas dari Gaza, serta menjadikan wilayah tersebut sebagai zona demiliterisasi.
Netanyahu juga menegaskan bahwa Israel tidak akan menghentikan perang sebelum mencapai “kemenangan mutlak”, termasuk penghancuran Hamas dan pemulangan seluruh warganya yang ditahan di Gaza.
Di sisi lain, Hamas menyatakan kesediaannya untuk mencapai kesepakatan pertukaran tahanan secara menyeluruh dengan syarat penghentian perang, penarikan pasukan Israel dari Gaza, serta rekonstruksi wilayah tersebut.
Sejak 7 Oktober 2023, Israel terus melancarkan serangan di Jalur Gaza yang telah menewaskan dan melukai lebih dari 174.000 warga Palestina, mayoritas korban merupakan perempuan dan anak-anak. Selain itu, lebih dari 11.000 orang dilaporkan hilang, serta ratusan ribu lainnya mengungsi dari rumah mereka.