Di tengah tekanan yang semakin kuat untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung 9 bulan di Jalur Gaza, Hamas menyatakan komitmennya untuk terus mendorong tercapainya kesepakatan menyeluruh.
Tujuannya yaitu, guna menghentikan agresi Israel dan menjamin masuknya bantuan kemanusiaan.
Dalam pernyataan resminya pada Rabu (10/7), Hamas menegaskan bahwa pihaknya masih bekerja secara intensif dan bertanggung jawab demi keberhasilan perundingan yang tengah berlangsung.
Hamas juga menyebut telah menunjukkan fleksibilitas yang diperlukan dengan menyetujui pembebasan 10 tawanan Israel, sebagai bagian dari upaya menciptakan momentum positif menuju kesepakatan.
Namun, Hamas menegaskan bahwa poin-poin utama masih menjadi bahan perundingan.
Di antaranya adalah: kelancaran masuknya bantuan ke Gaza tanpa hambatan, penarikan penuh pasukan Israel dari wilayah tersebut, serta jaminan diberlakukannya gencatan senjata permanen.
“Meski masih ada tantangan yang signifikan, kami tetap bekerja serius dan dengan semangat positif bersama para mediator untuk mengatasi hambatan dan mengakhiri penderitaan rakyat di Gaza,” demikian bunyi pernyataan Hamas.
Sebelumnya, juru bicara senior Hamas, Taher al-Nunu, dalam wawancara khusus dengan Al Jazeera Net menegaskan bahwa putaran negosiasi saat ini penuh tantangan.
Ia menyatakan bahwa sikap Hamas tetap teguh terhadap prinsip-prinsip dasar dalam perundingan apa pun dengan Israel.
Yang paling utama adalah, lanjutnya, penghentian agresi secara menyeluruh dan penarikan total dari Jalur Gaza.
Negosiasi antara kedua pihak saat ini tengah berlangsung di Doha, Qatar, dengan perantara internasional, dalam format pembicaraan tidak langsung.
Pembicaraan ini diharapkan mampu menghasilkan kerangka kesepakatan yang mencakup penghentian permanen operasi militer Israel yang dimulai sejak 7 Oktober 2023.
Upaya mencapai kesepakatan sebenarnya bukan hal baru. Pada Januari 2025 lalu, Hamas dan Israel sempat menyepakati gencatan senjata yang disusun dalam beberapa tahap.
Tahap pertama berlangsung selama 42 hari dan sempat dilaksanakan sebagian. Namun, pada Maret lalu, Israel kembali melanjutkan serangan militer besar-besaran yang membatalkan implementasi penuh dari kesepakatan tersebut.
Hamas menilai bahwa tindakan Israel ini menjadi bukti bahwa gencatan senjata tidak cukup jika tidak diiringi dengan komitmen politik dan internasional yang mengikat, termasuk pengawasan ketat terhadap pelaksanaan kesepakatan.
Sementara itu, situasi kemanusiaan di Gaza terus memburuk. Blokade yang diberlakukan Israel dan serangan bertubi-tubi telah menyebabkan krisis pangan dan medis yang parah, terutama bagi anak-anak dan perempuan yang menjadi kelompok paling rentan.