Juru bicara Hamas di Gaza, Hazem Qassem, menyampaikan bahwa delegasi Hamas telah menggelar pembicaraan dengan pejabat Mesir di Kairo.
Pembicaraan itu untuk membahas fase berikutnya dari kesepakatan gencatan senjata yang tengah berjalan.
Menurut Qassem, tahap kedua dari kesepakatan ini memiliki dinamika yang jauh lebih rumit, sementara pelanggaran berulang yang dilakukan Israel dapat mengancam keberlanjutannya.
Dalam pertemuan itu, kata Qassem, delegasi Hamas menegaskan kepada Mesir—sebagai salah satu mediator utama—bahwa pelanggaran Israel yang terus berlangsung bisa menggoyahkan kesepakatan yang rapuh tersebut.
Hamas juga menyampaikan bahwa pasukan internasional yang rencananya akan ditempatkan di Gaza harus memiliki mandat jelas.
Yakni memisahkan warga Palestina dari pasukan pendudukan Israel untuk mencegah pelanggaran baru.
Pada Minggu kemarin, delegasi tingkat tinggi Hamas bertemu dengan Kepala Intelijen Mesir, Hassan Rashad, untuk membahas fase kedua gencatan senjata dan perkembangan situasi di Gaza.
Delegasi tersebut dipimpin oleh Ketua Dewan Kepemimpinan Hamas, Muhammad Darwish, dan didampingi para anggota dewan: Khaled Meshaal, Khalil al-Hayya, Nizar Awdallah, dan Zaher Jabarin, serta anggota Biro Politik Hamas, Ghazi Hamad.
Dalam pernyataan resmi, Hamas menyebut bahwa pembahasan meliputi perkembangan penerapan gencatan senjata, situasi umum di Gaza, serta karakteristik tahap lanjutan dari kesepakatan tersebut.
Hamas menegaskan kembali komitmennya terhadap implementasi tahap pertama gencatan senjata.
Gerakan itu menekankan bahwa penghentian pelanggaran “yang terus dilakukan pihak Zionis” sangat mendesak, dan harus ditangani melalui mekanisme yang jelas serta berada di bawah pengawasan langsung para mediator.
Delegasi Hamas juga menyoroti kondisi para pejuang di Rafah yang hingga kini sulit dijangkau.
Menurut Hamas, upaya komunikasi dengan mereka terganggu, dan isu tersebut perlu ditangani segera melalui jalur mediasi dengan berbagai pihak yang terlibat.
Seorang pejabat Hamas mengatakan kepada Al Jazeera bahwa prioritas utama delegasi di Kairo adalah mencari cara mencegah eskalasi baru oleh Israel.
Pejabat itu menyebut bahwa sejak gencatan senjata mulai berlaku, tercatat 497 pelanggaran Israel yang menyebabkan 342 warga Palestina gugur.
Selain itu, delegasi Hamas juga membahas sejumlah aspek terkait Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 2803, yang mengadopsi rencana Presiden AS Donald Trump mengenai penghentian perang di Gaza.
Resolusi itu disahkan pada 17 November lalu, dan masih menyisakan berbagai pertanyaan terkait mekanisme implementasinya.
Hamas menyoroti bahwa pemerintah Israel tidak mematuhi komitmen yang tertuang dalam protokol kemanusiaan.
Israel belum membuka kembali Perlintasan Rafah untuk arus manusia dan barang, dan bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza masih jauh dari memadai.
Di lapangan, militer Israel juga terus melampaui garis kuning—zona pembatas yang seharusnya menjadi acuan gencatan senjata—serta melanjutkan tindakan penghancuran terhadap bangunan-bangunan tempat tinggal di wilayah yang mereka kuasai.
Situasi yang kian tidak stabil ini menambah beban proses implementasi kesepakatan dan membuat tahap kedua gencatan senjata berada dalam tekanan diplomatik yang besar.


