Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) menyambut baik keputusan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) yang mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya, Yoav Gallant.
Netanyahu dan Gallant menjadi buronan atas tuduhan melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Dalam pernyataan resminya, Hamas menyebut langkah ini sebagai “preseden historis yang signifikan” dan upaya memperbaiki ketidakadilan panjang yang dialami rakyat Palestina selama lebih dari tujuh dekade pendudukan.
Hamas mengkritik Amerika Serikat yang dianggap mencoba menghalangi proses pengadilan tersebut dengan memberikan tekanan terhadap ICC dan hakimnya.
“Ini adalah langkah penting menuju keadilan bagi Palestina, namun langkah ini hanya simbolis jika tidak didukung oleh mekanisme pelaksanaan yang tepat serta kerja sama dari seluruh negara di dunia untuk membawa para penjahat perang Zionis ke pengadilan,” ujar Dr. Basem Naim, anggota Biro Politik Hamas pada Kamis (21/11).
Hamas menyerukan agar ICC memperluas cakupan akuntabilitasnya untuk mencakup semua pemimpin militer, menteri, dan pejabat pendudukan lainnya yang diduga bertanggung jawab atas pelanggaran besar terhadap rakyat Palestina, termasuk pembunuhan, terorisme, dan kelaparan massal.
Keputusan ini muncul di tengah perang berkepanjangan di Jalur Gaza, yang telah menelan ribuan korban jiwa, termasuk anak-anak dan perempuan, serta memicu krisis kemanusiaan besar-besaran. Hamas juga mengimbau masyarakat internasional untuk segera menghentikan kejahatan genosida terhadap warga sipil tak bersenjata di Gaza.
“Pesan ini jelas: setiap penjahat perang tidak akan luput dari hukuman, tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan,” tambah Naim.
Keputusan ini menjadi langkah awal yang menunjukkan komitmen internasional terhadap keadilan, meskipun banyak pihak yang meragukan efektivitasnya jika tidak didukung oleh kerja sama global yang nyata.