Oleh: Pizaro Gazali Idrus
Kajian mengenai Palestina ini kini mulai banyak dilirik masyarakat Indonesia, khususnya paska Operasi Taufan al-Aqsha yang dipimpin oleh Hamas pada 7 Oktober tahun lalu. Aksi tersebut berhasil menyadarkan publik tentang penjajahan di tanah Palestina yang membawa masyarakat global, khususnya Indonesia, untuk mempelajari lebih jauh mengenai jati diri Hamas dan kolonialisme Israel terhadap Baitul Maqdis.
Sayangnya, animo warga Indonesia terhadap Palestina tidak dibarengi dengan keberadaan terkini literasi ilmiah soal Hamas. Buku yang mengulas mengenai isu kontemporer soal sepak terjang Hamas tergolong langka di Indonesia. Terlebih dengan pendekatan bahasa akademik-populer. Hal ini terjadi karena isu Palestina masih dilihat “musiman” oleh media dan masyarakat Indonesia.
Artinya, publik baru tergerak merespons kejadian di tanah Palestina jika ada serangan. Itu pun invasi berskala besar. Padahal penjajahan terhadap bumi para Nabi itu berlangsung setiap hari.
Kondisi ini turut terjadi karena masih minimnya buku-buku yang mengulas pendekatan terbaru Hamas dan studi kontemporer mengenai perjuangan bangsa Palestina. Buku Hamas: Superpower di Dunia Arab hadir untuk mengisi kekosongan itu. Karya ini lebih banyak mengulas mengenai studi terbaru gerakan Hamas sebagai Superpower baru di Tanah Arab dan dampaknya terhadap Geopolitik Palestina.
Seperti bagaimana manuver Hamas pada 7 Oktober berhasil meruntuhkan mitos kecanggihan Mossad dan sukses mencegah Arab Saudi yang hendak melakukan normalisasi dengan penjajah sekaligus menyingkap kepalsuan HAM negara-negara Barat.
Sematan Hamas sebagai superpower baru tidaklah berlebihan di tengah mandulnya negara-negara Arab menghadapi kedigdayaan penjajah Zionis. Sebab hanya Hamas-lah gerakan utama perlawanan Palestina yang berani berduel dengan Israel. Negara-negara Arab yang diharapkan hadir untuk menjaga bumi Palestina sebagaimana spirit lahirnya Organisasi Konferensi Islam justru belakangan melakukan normalisasi dan berkolaborasi dengan penjajah. Nama Hamas juga kini telah menjadi favorit masyarakat dunia, tidak hanya umat Islam, tapi juga Non-Muslim akibat keistiqomahan mereka memperjuangkan keadilan global atas genosida yang terjadi di Palestina di tengah bisunya rezim internasional.
Buku ini juga mengulasi mengapa Hamas dapat memperlakukan sandera-sandera Israel secara manusiawi. Akhlak mulia Hamas ini telah menampar negara-negara Barat yang selama ini menuding mereka sebagai teroris. Kisah-kisah luar biasa para sandera yang mendapatkan perlakukan humanis dari para pejuang Hamas sangat sayang jika tidak didokumentasikan.
Penulis juga mengulas kajian mengapa Otoritas Palestina (PA) yang dipimpin oleh Mahmoud Abbas kalah populer dari Hamas. Hal ini tidak lepas dari korupsi yang terus dilakukan PA dan kegagalan mereka mempertahankan tiap jengkal tanah Palestina sejak perjanjian Oslo tahun 1993.
Sebaliknya, Hamas justru tampil dengan menyelamatkan para tahanan Palestina khususnya di Tepi Barat yang selama ini mendekam di penjara penjajah Israel, padahal mereka bukanlah penguasa di wilayah tersebut. Survei terakhir menunjukkan 75% masyarakat Palestina menyetujui Operasi Taufan Al Aqsha yang dipimpin Brigade Izzudin Al-Qassam. Sebaliknya, 90% warga Palestina mendesak Mahmoud Abbas mundur.
Buku ini juga membantah tudingan bahwa Hamas adalah gerakan Syiah. Sejauh ini belum ada tulisan khusus yang membantah fitnah-fitnah tersebut dengan rujukan yang akademik. Padahal isu ini selalu muncul tiap tahun untuk mendiskreditkan Hamas. Kedekatan Hamas dengan Iran tidak bisa serta kita anggap bahwa mereka telah menjadi proksi Iran di Timur Tengah. Sama halnya dengan kemesraan Arab Saudi dengan Iran dalam kurun satu tahun terahir.
Hamas telah membuktikan pembelaan-pembelaannya terhadp Ahlussunah di Suriah saat rezim Bashar Assad membantai mereka. Hamas rela berpisah dengan Assad hanya untuk mempertahankan marwah Ahlussunah.
Selain itu, buku ini juga mengetengahkan kajian bias-bias media terhadap perjuangan Hamas dan bangsa Palestina. Ini penting agar jurnalis, aktivis, dan netizen tidak terjebak dalam menelan mentah-mentah pemberitaan yang ada dan terhindar dalam memberitakan Palestina yang tanpa sadar menuliskannya dengan narasi Zionis. Hal ini banyak terjadi di media-media barat yang diterjemahkan tanpa filter di media-media Tanah Air. Seperti istilah militan Hamas. Terminologi ini tidak tepat karena Hamas adalah kelompok legal di Palestina dan terpilih secara sah dalam pemilu yang demokratis di Tanah Air-nya.
Buku ini juga mengetengahkan bagaimana kedekatan sejarah antara Indonesia dan Palestina yang menjadi basis atau akar politik luar negeri Indonesia yang anti penjajahan dan terdepan dalam memperjuangkan kemerdekaan Baitul Maqdis, dari dulu hingga kini.
Semoga kehadiran buku ini dapat bermanfaat bagi publik secara luas dan berkontribusi bagi upaya kemerdekaan bangsa Palestina sebagai mandat konstitusi luhur Indonesia yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa. Aamiin ya Rabb Alamin.