Hamas menegaskan pada hari Kamis bahwa rakyat Palestina di Tepi Barat yang diduduki tidak akan menyerahkan sejengkal pun tanah mereka, berapa pun harga yang harus mereka bayar.
Hal itu disampaikan oleh anggota Biro Politik Hamas, Harun Nasiruddin, sebagai tanggapan terhadap pendirian permukiman baru oleh warga Israel di wilayah “Gush Etzion” dekat kota Yerusalem, selatan Tepi Barat yang diduduki.
“Pendirian permukiman baru di Gush Etzion, yang merupakan pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir, adalah upaya Israel untuk mempercepat rencana aneksasi Tepi Barat dan pengusiran warga Palestina dari Tepi Barat dan Jalur Gaza,” katanya dalam pernyataan Hamas melalui platform Telegram.
Ia menegaskan bahwa rencana tersebut akan gagal berkat keteguhan rakyat Gaza dan perlawanan mereka.
“Warga Tepi Barat tidak akan menyerahkan sejengkal pun tanah mereka dan tidak akan tunduk pada kehendak pendudukan untuk mengusir mereka, berapa pun harga yang harus mereka bayar,” tegasnya.
Nasiruddin menekankan pentingnya keteguhan warga Tepi Barat dan Yerusalem, serta agar mereka tidak tunduk pada ancaman Israel dan upaya pengusiran penduduk.
“Keteguhan rakyat kami adalah benteng utama untuk menggagalkan ambisi Israel dalam mengosongkan Tepi Barat demi lebih banyak proyek permukiman,“ tambahnya.
Ia menjelaskan bahwa isu Palestina saat ini berada pada tahap yang kritis dan sensitif, terutama dengan meningkatnya ambisi Israel untuk menguasai lebih banyak lahan di Tepi Barat, serta dukungan dari Amerika Serikat (AS) dan janji-janji yang disampaikan oleh Presiden AS, Donald Trump, kepada publik Zionis.
Pada Selasa lalu, Trump mengumumkan dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di Gedung Putih bahwa AS berencana mengambil alih Gaza setelah mengusir warga Palestina ke negara lain.
Ia juga mengindikasikan bahwa pemerintahannya akan segera membuat keputusan terkait pengakuan kedaulatan Israel atas Tepi Barat.
Dalam beberapa bulan terakhir, suara-suara dalam pemerintahan Israel, termasuk Netanyahu sendiri, secara terbuka menyatakan niat Tel Aviv untuk mencaplok Tepi Barat yang diduduki sejak 1967 ke dalam wilayah Israel.
“Apa yang terjadi di Tepi Barat, termasuk di Yerusalem yang diduduki, menuntut kebangkitan seluruh elemen bangsa dan rakyat kami untuk menghadapi segala upaya dan rencana pendudukan yang ingin menghapuskan isu kami serta menetapkan fakta baru di lapangan demi kepentingan pemukim,” tegas Nasiruddin.
Ia menekankan bahwa tanggung jawab semakin besar bagi semua pihak, baik internasional maupun lokal.
“Untuk menghadapi tindakan pemerintah ekstremis Israel dan rencana kolonial ekspansifnya yang tidak hanya mengancam Palestina, tetapi juga membahayakan kawasan dan seluruh wilayah,” lanjutnya.
Ekspansi pemukiman Israel
Sebelumnya pada hari Kamis, 15 keluarga pemukim Israel telah menyelesaikan pembangunan sekitar 20 rumah di permukiman Halts dekat Yerusalem. Permukiman ini adalah bagian dari lima permukiman di kompleks “Gush Etzion” yang disetujui legalitasnya oleh pemerintah Israel pada Juni lalu.
Menurut surat kabar Israel Yedioth Ahronoth, Halts menghubungkan kota Yerusalem dengan kompleks permukiman “Gush Etzion” yang terletak di dekat kota Bethlehem, selatan Tepi Barat.
Surat kabar tersebut juga melaporkan bahwa beberapa keluarga telah mulai menempati rumah-rumah baru di permukiman Halts, yang pembangunannya selesai hanya dalam beberapa hari.
Keputusan untuk melegalkan permukiman-permukiman ini, lanjutnya, adalah respons terhadap langkah-langkah yang diambil oleh Otoritas Palestina di forum internasional, serta pengakuan sejumlah negara terhadap Negara Palestina.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menganggap bahwa permukiman di wilayah yang diduduki adalah tindakan ilegal, dan selama puluhan tahun telah menyerukan penghentian kegiatan tersebut, dengan peringatan bahwa hal ini merusak peluang penyelesaian konflik berdasarkan prinsip solusi dua negara (Palestina dan Israel).
Ekspansi permukiman besar-besaran di Tepi Barat meningkat selama dan setelah genosida Israel di Gaza, yang berlangsung dari 7 Oktober 2023 hingga 19 Januari 2025, yang menyebabkan lebih dari 159.000 warga Palestina tewas atau terluka, kebanyakan dari mereka adalah anak-anak dan wanita, serta lebih dari 14.000 orang dinyatakan hilang.
Sepanjang tahun 2024, para pemukim Israel mencatatkan 2.971 pelanggaran terhadap warga Palestina dan properti mereka di Tepi Barat, yang mengakibatkan tewasnya 10 warga Palestina dan kerusakan lebih dari 14.000 pohon, menurut data dari Otoritas Perlawanan Tembok dan Permukiman Palestina (pemerintah).
Menurut data otoritas tersebut, pada akhir tahun 2024, jumlah pemukim Israel di Tepi Barat mencapai sekitar 770.000 orang, yang tersebar di 180 permukiman dan 256 pos permukiman ilegal, termasuk 138 pos yang diklasifikasikan sebagai area peternakan dan pertanian.