Kelompok Hamas menuduh pemerintahan mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah mengingkari janji yang disampaikan melalui utusannya terkait pembebasan sandera berkewarganegaraan ganda Amerika-Israel, Edan Alexander. Tuduhan ini disampaikan oleh pejabat senior Hamas, Basem Naim seperti dilansir Al Jazeera pada Sabtu (17/5).
Menurut Naim, dalam proses negosiasi, utusan Trump disebut telah menyampaikan sejumlah komitmen penting kepada Hamas. Di antaranya adalah janji untuk mendorong pencabutan blokade Gaza, membuka akses bantuan kemanusiaan, serta menyerukan gencatan senjata.
Hamas mengklaim bahwa komitmen tersebut disepakati sebagai bagian dari kesepakatan untuk membebaskan Alexander. Namun, setelah proses pembebasan dilakukan, pihak Amerika Serikat disebut tidak menindaklanjuti janji-janji tersebut. Naim menyatakan bahwa pemerintahan Trump justru mengabaikan kesepakatan yang telah dibuat.
“Kami merasa dikhianati. Mereka membuang perjanjian ini ke tempat sampah,” ujar Naim dalam pernyataannya. Ia menambahkan, pengingkaran terhadap komitmen itu memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza dan memperdalam ketidakpercayaan terhadap upaya diplomatik yang dijalankan oleh Amerika Serikat.
Sejauh ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak Amerika Serikat terkait tuduhan tersebut. Ketegangan antara kedua pihak pun masih berlanjut, sementara publik menanti klarifikasi dari pihak yang dituduh.
Situasi ini menambah kompleksitas dalam dinamika diplomatik di Timur Tengah, khususnya menyangkut peran Amerika Serikat dalam upaya perdamaian dan penanganan krisis kemanusiaan di wilayah Gaza.