Tel Aviv dikabarkan bersedia mempertimbangkan penghentian perang di Jalur Gaza jika Hamas menerima usulan mediator Amerika Serikat. Demikian diberitakan Aljazeera.net pada Senin (31/3).
Sumber keamanan Israel menyebut Tel Aviv membuka peluang perundingan tidak langsung, sementara media Israel mengungkapkan proposal baru terkait pertukaran tawanan dan gencatan senjata.
Harian Israel Hayom, Minggu (30/3), mengutip pejabat keamanan yang tidak disebutkan namanya, menyebutkan Israel bersedia mengadakan pembicaraan tidak langsung dengan Hamas untuk mengakhiri perang.
Israel mensyaratkan, Hamas harus menerima usulan yang diajukan oleh utusan Timur Tengah AS, Steven Witkoff. Namun, tidak ada kepastian mengenai kapan pembicaraan ini akan dimulai.
Menurut sumber yang sama, Israel akan mempertimbangkan untuk memasuki tahap kedua dari kesepakatan Gaza jika Hamas membebaskan setengah dari tawanan di awal perundingan. Sementara sisanya dilepaskan di tahap akhir, sesuai dengan skema yang diajukan oleh Witkoff.
Proposal Baru untuk Gencatan Senjata
Kanal televisi Israel Channel 13 melaporkan, Tel Aviv telah mengajukan usulan baru berupa pembebasan setengah dari tawanan Israel—baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal—dengan imbalan penghentian sementara pertempuran selama 50 hari.
Pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengajukan proposal ini setelah sebelumnya menolak usulan mediator yang hanya mencakup pembebasan lima tawanan. Hal itu termasuk Idan Alexander, yang berkewarganegaraan ganda AS-Israel.
Kanal Israel Channel 12 juga melaporkan, sepanjang hari Minggu (30/3), telah berlangsung komunikasi intensif antara Israel, AS, Qatar, dan Mesir dalam upaya mencapai kesepakatan baru.
Tekanan terhadap Hamas
Sumber media Israel menyebutkan bahwa usulan Witkoff mencakup pembebasan 10 tawanan Israel dengan imbalan penghentian perang selama 50 hari, pembebasan tahanan Palestina dari penjara Israel, serta masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Usulan ini juga mencakup pembicaraan untuk tahap selanjutnya dari kesepakatan.
Hamas sebelumnya menyatakan tidak menolak proposal Witkoff. Hamas menuduh Netanyahu melanjutkan perang sebagai upaya menggagalkan kesepakatan yang sedang dirancang.
Sabtu malam (29/3), Dewan Keamanan Israel menggelar rapat tentang pertukaran tawanan, menyusul adanya proposal baru dari mediator internasional.
Diskusi juga mencakup opsi untuk meningkatkan tekanan militer terhadap Hamas.
Sementara itu, pemimpin Hamas di Gaza, Khalil Al-Hayya, mengumumkan pihaknya telah menyetujui proposal terbaru yang diajukan oleh Mesir dan Qatar.
Ia berharap Israel tidak menghalangi implementasi kesepakatan tersebut, meski rincian skemanya belum diungkapkan secara resmi.
Sebagai tanggapan, kantor Netanyahu menyatakan telah mengajukan usulan balasan yang diklaim telah dikoordinasikan dengan Washington.
Namun, hingga kini belum ada informasi resmi mengenai isi kedua proposal tersebut.
Situasi Tawanan dan Pelanggaran Hak Asasi
Israel memperkirakan masih terdapat 59 tawanan Israel di Gaza, dengan 24 di antaranya diyakini masih hidup.
Di sisi lain, lebih dari 9.500 warga Palestina saat ini mendekam di penjara-penjara Israel, menghadapi berbagai bentuk penyiksaan dan kondisi buruk yang telah menyebabkan sejumlah tahanan meninggal dunia, menurut laporan organisasi hak asasi manusia.
Pada awal Maret 2025, tahap pertama kesepakatan pertukaran tawanan dan gencatan senjata yang dimediasi oleh Mesir dan Qatar telah berakhir.
Kesepakatan yang mulai berlaku pada 19 Januari 2025 ini telah dijalankan oleh Hamas, namun Netanyahu dituduh mengingkari tahap berikutnya akibat tekanan dari kelompok ekstremis dalam koalisinya.
Pada 18 Maret, Israel kembali melanggar kesepakatan dan melanjutkan serangan ke Gaza, yang sebelumnya dihentikan selama 58 hari.
Serangan yang dimulai sejak 7 Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 164.000 warga Palestina dan menyebabkan puluhan ribu lainnya hilang, mayoritas di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.