Kementerian Pertahanan Israel mengumumkan pembentukan komite khusus untuk menangani prajurit yang menderita gangguan stres pasca trauma dan cacat psikologis serius. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap meningkatnya jumlah korban dalam beberapa bulan terakhir.
Demikian dilaporkan Aljazeera Arabic pada Selasa (16/7).
Sejak invasi Israel ke Gaza pada Oktober, Departemen Rehabilitasi melaporkan telah menerima lebih dari 9.400 korban, dengan 36% di antaranya mengalami gangguan psikologis yang signifikan.
Proyeksi Departemen itu menyebutkan bahwa jumlah korban yang akan diterima hingga akhir tahun dapat mencapai 14.000 orang. Dengan sekitar 5.600 di antaranya mengalami masalah psikologis yang membutuhkan perawatan intensif.
Baca juga: EKSKLUSIF | Militer Israel krisis amunisi dan ingin akhir perang di Gaza
Baca juga: Israel akui mulai kehabisan tank
Pada Minggu, media Israel melaporkan bahwa tentara sedang aktif merekrut pejuang dan relawan melalui platform media sosial, di tengah laporan tentang prajurit cadangan yang menghindari tugas tanpa pemberitahuan kepada komandan mereka.
Hal ini terjadi di tengah kondisi perang yang berkepanjangan di Gaza, di mana pasukan Israel telah mengalami kerugian besar dalam beberapa bulan terakhir.
Sementara itu, krisis rekrutmen yang dihadapi oleh pasukan Israel memaksa pemerintah untuk memperpanjang masa dinas wajib menjadi 36 bulan selama 8 tahun terakhir.
Keputusan ini juga meliputi penarikan kembali aturan bebas kewajiban militer bagi komunitas Yahudi ultra-Ortodoks (Haredi), yang sebelumnya telah mendapatkan pengecualian dari kewajiban militer selama bertahun-tahun.
Jumlah korban luka di kalangan tentara Israel sejak dimulainya konflik mencapai 4.125 orang, dengan lebih dari separuhnya tercatat sejak dimulainya operasi darat pada bulan yang sama. Sedangkan jumlah kematian di antara pasukan Israel mencapai 680 jiwa, dengan lebih dari separuhnya tercatat sejak dimulainya operasi darat di Gaza.
Media dan lembaga kesehatan Israel mengungkapkan, angka sebenarnya dari korban luka dan kematian di kalangan tentara mungkin lebih tinggi daripada yang diberitakan secara resmi.