Wednesday, October 22, 2025
HomeBeritaIsrael diduga akan tenggelamkan kapal GSF yang disita

Israel diduga akan tenggelamkan kapal GSF yang disita

Pengadilan Pusat Haifa, yang berwenang dalam urusan maritim, kini sedang meninjau permohonan yang diajukan oleh Kejaksaan Israel untuk menyita kapal-kapal milik Armada Kebebasan.

Termasuk kapal Madeleine, yang diserbu dan ditahan oleh militer Israel pada Juni lalu ketika berlayar menuju Jalur Gaza.

Dalam permohonannya, pihak kejaksaan menuntut agar kapal Madeleine “disita secara permanen untuk kepentingan kas negara”.

Alasannya, bahwa kapal itu berupaya “melanggar blokade laut yang sah terhadap Gaza”. Klaim yang selama ini digunakan Israel untuk membenarkan tindakannya terhadap Armada Keteguhan (Freedom Flotilla Coalition) yang dicegat awal Oktober lalu.

Armada tersebut terdiri atas 42 kapal yang membawa bantuan kemanusiaan senilai puluhan ribu dolar, termasuk obat-obatan, alat bantu pernapasan, serta bahan pangan untuk rumah sakit di Gaza.

Semua kapal ditangkap di perairan internasional, dan 462 aktivis dari 47 negara dibawa ke pelabuhan Ashdod, Israel.

Dugaan pelanggaran hukum internasional

Para aktivis yang ditahan melaporkan adanya kekerasan fisik dan psikologis, termasuk pelecehan dan penelanjangan paksa oleh pasukan Israel.

Beberapa laporan menunjukkan bahwa Tel Aviv berencana menghancurkan atau menenggelamkan kapal-kapal yang disita, dengan alasan biaya pemeliharaan yang tinggi dan rumitnya proses hukum.

Koalisi Freedom Flotilla mengecam tindakan itu sebagai “serangan ilegal terhadap relawan kemanusiaan tak bersenjata”.

Sementara itu, lembaga HAM Adalah—berbasis di komunitas Arab Israel—menegaskan bahwa penyitaan kapal dan penahanan awaknya di perairan internasional adalah pelanggaran nyata terhadap hukum maritim.

Selain itu juga diduga melanggar hukum kemanusiaan internasional, yang menjamin kebebasan berlayar dan melarang penggunaan kekerasan terhadap warga sipil.

Lembaga tersebut kini menangani kasus ini di pengadilan Israel, menolak klaim legalitas penyitaan kapal dengan menegaskan bahwa blokade laut terhadap Gaza sendiri tidak sah.

“Kapal-kapal ini menjalankan misi kemanusiaan murni untuk menyalurkan bantuan ke wilayah yang dilanda kelaparan dan kehancuran,” ujar Sawsan Bishara, direktur hukum Adalah.

Menurut Bishara, kapal Madeleine dan Handala kini menjadi fokus permohonan penyitaan dari jaksa Israel.

Ia memperingatkan bahwa tindakan itu “bertentangan dengan hukum internasional dan melanggar hak dasar untuk menerima bantuan kemanusiaan.”

Pembenaran Israel

Di sisi lain, analis hukum Israel Lior Elhai dari Yedioth Ahronoth menulis bahwa Tel Aviv tengah berupaya menciptakan dasar hukum untuk penyitaan permanen armada-armada menuju Gaza.

Kejaksaan Haifa bahkan telah mengajukan permintaan resmi untuk mengambil alih Madeleine dengan mengutip apa yang mereka sebut sebagai “ketentuan hukum internasional” yang memberi hak bagi negara untuk menyita kapal yang melanggar blokade laut yang sah.

Namun, pandangan itu ditolak oleh banyak pakar dan lembaga HAM internasional yang menegaskan bahwa blokade Israel atas Gaza bersifat ilegal dan tidak manusiawi.

Hal itu karena melanggar prinsip kebebasan navigasi dan menghalangi bantuan bagi penduduk sipil yang terancam kelaparan.

Regulasi baru untuk mempercepat penyitaan

Menurut laporan Haaretz, pemerintah Israel tengah menyusun peraturan baru agar dapat menyita kapal tanpa harus menanggung biaya besar akibat penahanan lama di pelabuhan.

Berdasarkan rancangan aturan itu, proses penyitaan akan berlangsung maksimal 180 hari, dengan pemberitahuan yang ditempel di tiang kapal atau dikirim melalui surat elektronik bila pemiliknya tidak diketahui.

Pemilik diberi waktu 30 hari untuk mengajukan keberatan, dan sidang akan digelar hanya dalam satu hari.

Meski begitu, pakar hukum maritim Yoav Harris menilai langkah itu tidak menyelesaikan persoalan mendasar yang dihadapi militer Israel, yakni biaya besar dan proses hukum yang rumit untuk mengelola kapal-kapal sitaan.

Aturan penyitaan kapal sebenarnya bukan hal baru. Regulasi maritim yang digunakan Israel saat ini berakar dari era Mandat Inggris.

Hal itu pertama kali diterapkan pada tahun 2013 terhadap kapal Estelle yang berlayar dari Finlandia ke Gaza membawa semen dan mainan anak-anak.

Pengadilan Israel kini dihadapkan pada ujian hukum yang pelik: jika memutuskan menyita atau bahkan menenggelamkan kapal-kapal tersebut.

Maka langkah itu berpotensi melanggar hukum internasional dan menciptakan preseden berbahaya dalam dunia maritim.

“Menenggelamkan kapal kemanusiaan berarti mengkriminalisasi solidaritas, dan itu akan menambah daftar panjang pelanggaran Israel di Gaza,” ujar seorang pengamat hukum di Tel Aviv.

Sementara para aktivis dan organisasi HAM internasional terus menuntut pembebasan kapal serta kembalinya muatan bantuan mereka ke Gaza, nasib armada solidaritas itu kini bergantung pada keputusan pengadilan Israel.

Sebuah keputusan yang bisa menentukan apakah hukum internasional masih memiliki ruang di perairan yang telah lama dikuasai oleh logika pengepungan.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler