Friday, November 7, 2025
HomeBeritaIsrael larang 350 jenis bahan pangan pokok masuk ke Gaza

Israel larang 350 jenis bahan pangan pokok masuk ke Gaza

Pemerintah Gaza menuduh Israel secara sistematis memperketat blokade pangan terhadap wilayah yang telah hancur akibat perang.

Dalam pernyataan yang dikeluarkan pada Kamis (7/11), Kantor Media Pemerintah di Gaza menyebut bahwa Israel kini melarang masuknya lebih dari 350 jenis bahan makanan pokok yang sangat dibutuhkan oleh anak-anak, pasien, korban luka, dan kelompok rentan lainnya.

Sementara bahan pangan bernutrisi tinggi seperti telur, daging merah dan putih, ikan, keju, produk susu, sayuran segar, serta suplemen makanan tetap dilarang.

Sementara itu, militer Israel justru mengizinkan masuknya barang-barang bernilai gizi rendah seperti minuman ringan, cokelat, dan makanan olahan.

Barang-barang ini, menurut pernyataan tersebut, dijual di pasar Gaza dengan harga yang mencapai 15 kali lipat lebih mahal akibat kendali penuh Israel atas rantai pasokan.

“Israel terus menerapkan kebijakan pengetatan dan kelaparan dengan sengaja, menahan bahan-bahan pangan utama dari lebih dari 2,4 juta warga sipil di Gaza,” tulis pernyataan itu.

Kantor media itu juga menegaskan bahwa Israel menanggung tanggung jawab penuh atas memburuknya kondisi kemanusiaan di Gaza akibat blokade yang berlarut-larut.

Sejak diberlakukannya gencatan senjata pada 10 Oktober lalu, Israel baru mengizinkan masuk 4.453 truk bantuan dan truk komersial dari total 15.600 truk yang seharusnya telah tiba di Gaza.

Dari jumlah itu, hanya 31 truk berisi gas untuk memasak dan 84 truk solar yang disediakan untuk kebutuhan rumah sakit, pabrik roti, dan generator listrik — jauh dari cukup untuk menutupi kekurangan bahan bakar yang parah.

Rata-rata, hanya 171 truk yang diizinkan masuk setiap hari, jauh di bawah komitmen 600 truk per hari yang disebut dalam kesepakatan kemanusiaan.

Kondisi ini, menurut otoritas Gaza, menunjukkan bahwa Israel masih melanjutkan politik pengetatan terhadap 2,4 juta penduduk yang terperangkap di wilayah tersebut.

“Jumlah bantuan yang masuk bahkan tidak memenuhi kebutuhan dasar untuk pangan, obat-obatan, dan kehidupan sehari-hari,” tulis pernyataan itu.

Gaza, menurut mereka, membutuhkan aliran bantuan yang stabil dan tidak kurang dari 600 truk setiap hari, termasuk bahan makanan, obat-obatan, bahan bakar, dan perlengkapan kesehatan.

Pemerintah Gaza juga menyatakan kesiapannya untuk berkoordinasi dengan PBB dan organisasi kemanusiaan internasional maupun Arab guna memastikan distribusi bantuan secara merata ke seluruh provinsi di Jalur Gaza.

Sejumlah lembaga kemanusiaan internasional melaporkan bahwa hambatan yang diberlakukan Israel terhadap pengiriman bantuan semakin parah dalam beberapa pekan terakhir.

Mereka menuding Israel sengaja mengendalikan jenis, jumlah, dan arah distribusi bantuan, yang memperburuk penderitaan warga Gaza dan membatasi akses mereka terhadap kebutuhan dasar.

Sementara itu, laporan Al Jazeera dari Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, Gaza Selatan, menggambarkan situasi memilukan: anak-anak yang kekurangan gizi akut masih terus berdatangan setiap hari.

Wartawan di lapangan mencatat bahwa banyak di antara mereka kini mengalami komplikasi berat akibat kekurangan makanan dan gizi.

Pihak rumah sakit mengonfirmasi telah menerima puluhan pasien baru dengan gejala kekurangan gizi dan mencatat kematian tambahan di antara anak-anak yang tidak dapat dipindahkan ke luar Gaza karena larangan Israel.

Bantuan kemanusiaan yang masuk melalui mekanisme gencatan senjata antara Hamas dan Israel dinilai belum mampu memutus rantai kelaparan maupun memulihkan kondisi ekonomi.

Data sebelumnya dari Bank Dunia menunjukkan bahwa mayoritas warga Gaza kini hidup dalam kemiskinan ekstrem, setelah perang pemusnahan yang dimulai pada 7 Oktober 2023 menghancurkan infrastruktur dan mata pencaharian di seluruh wilayah.

Meski ada kesepakatan gencatan senjata, serangan dan blokade Israel masih berlangsung, dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat (AS).

Hingga kini, menurut data otoritas Gaza, perang tersebut telah menewaskan 68.875 warga Palestina dan melukai lebih dari 170.000 orang — sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler