Pemerintah Israel dilaporkan terus menutup seluruh perlintasan menuju Jalur Gaza selama 84 hari berturut-turut. Penutupan ini menyebabkan tertahannya bantuan kemanusiaan, makanan, dan barang-barang penting lainnya yang sangat dibutuhkan warga sipil di wilayah tersebut.
Menurut pernyataan yang dirilis Kantor Media Pemerintah di Gaza pada Sabtu (25/5/2025), situasi ini telah mengganggu beragam fasilitas vital di Gaza, termasuk rumah sakit dan toko roti, yang selama ini menjadi tumpuan hidup warga. Penutupan ini disebut telah melumpuhkan lebih dari 90 persen toko roti di wilayah tersebut.
“Israel secara sengaja mencegah masuknya bantuan kemanusiaan, yang berdampak pada gangguan serius terhadap kehidupan warga sipil,” demikian pernyataan resmi kantor tersebut.
Ratusan ribu ton bantuan, yang terdiri atas makanan, obat-obatan, serta bahan bakar, disebut menumpuk di luar Gaza. Sebagian besar dari bantuan itu mengalami kerusakan atau pembusukan karena terlalu lama tertahan tanpa kepastian kapan bisa disalurkan.
Selama 80 hari terakhir, kebijakan ini disebut telah menyebabkan kematian sedikitnya 326 warga Palestina, termasuk 58 orang akibat kekurangan gizi, 242 orang karena tidak tersedianya makanan dan obat-obatan, serta 26 pasien ginjal yang meninggal akibat tidak mendapatkan perawatan medis yang memadai. Lebih dari 300 kasus keguguran juga dilaporkan terjadi karena kurangnya asupan nutrisi yang dibutuhkan ibu hamil.
Kantor Media Pemerintah Gaza juga menyebut bahwa sekitar 46.200 truk bantuan seharusnya telah masuk ke wilayah itu dalam kurun waktu lebih dari dua bulan. Namun, hanya sekitar 100 truk yang benar-benar diizinkan masuk—jumlah yang diklaim tidak mencapai 1 persen dari kebutuhan dasar warga Gaza.
Dalam beberapa hari terakhir, Israel dikabarkan memberikan izin terbatas kepada sebagian kecil truk bantuan. Namun, menurut pihak Gaza, konvoi tersebut diserang dalam perjalanan. Enam anggota tim pengaman bantuan dilaporkan tewas akibat serangan tersebut.
Kondisi ini memunculkan tudingan bahwa Israel menerapkan kebijakan “rekayasa kelaparan” terhadap warga Gaza. Kantor Media Gaza menuduh pemerintah Israel menjadikan kelaparan sebagai senjata dalam konflik yang masih berlangsung sejak Oktober 2023.
Israel sendiri membantah tudingan ini. Dalam beberapa pernyataan yang dilansir media nasionalnya, Israel mengklaim telah mengizinkan bantuan masuk secara berkala. Namun, klaim tersebut dinilai menyesatkan oleh pihak otoritas di Gaza.
Konflik berkepanjangan di wilayah itu juga telah menjadi perhatian lembaga-lembaga hukum internasional. Pada November 2024, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Selain itu, Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ), menyusul meningkatnya jumlah korban jiwa akibat agresi militer yang terus berlangsung. Data terakhir mencatat, lebih dari 53.900 warga Palestina telah tewas sejak dimulainya serangan pada Oktober 2023, mayoritas merupakan perempuan dan anak-anak.
Kantor Media Gaza menyerukan kepada komunitas internasional dan organisasi kemanusiaan untuk segera mengambil langkah nyata dalam membuka akses bantuan dan menghentikan krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di Jalur Gaza.