Thursday, June 5, 2025
HomeBeritaJerman ekspor senjata ke Israel senilai lebih Rp 9 triliun sejak Oktober...

Jerman ekspor senjata ke Israel senilai lebih Rp 9 triliun sejak Oktober 2023

Pemerintah Jerman telah menyetujui ekspor senjata dan perlengkapan militer ke Israel dengan total nilai lebih dari 485 juta euro atau setara lebih Rp 9 triliun sejak dimulainya konflik besar di Jalur Gaza pada Oktober 2023. Angka tersebut terungkap dalam jawaban resmi pemerintah atas pertanyaan parlemen dari Partai Kiri (Die Linke) yang diterbitkan Bundestag.

Dalam periode antara 7 Oktober 2023 hingga 13 Mei 2025, pemerintah Jerman mengeluarkan lisensi ekspor individual senilai 485.103.796 euro. Persetujuan ini mencakup berbagai jenis peralatan militer, termasuk senjata api, amunisi, suku cadang persenjataan, perangkat elektronik militer, sistem maritim, hingga kendaraan lapis baja. Seluruh pengiriman ini diklasifikasikan ke dalam 21 kategori ekspor senjata berbeda.

Informasi ini muncul di tengah meningkatnya kritik internasional terhadap tindakan militer Israel di Gaza, termasuk dugaan kejahatan perang dan genosida yang disorot oleh Mahkamah Internasional (ICJ), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), serta sejumlah pakar hak asasi manusia.

Sejak berakhirnya gencatan senjata sementara pada Maret 2025, serangan Israel di Gaza kembali meningkat secara signifikan. Data terbaru menunjukkan bahwa sekitar 80 persen korban jiwa adalah perempuan dan anak-anak. Akses bantuan kemanusiaan juga dilaporkan mengalami hambatan berat, sementara sejumlah pejabat tinggi Israel secara terbuka menyampaikan ancaman penghancuran total terhadap wilayah tersebut.

Kondisi ini memicu sorotan tajam terhadap posisi Jerman sebagai salah satu pemasok utama persenjataan bagi Israel. Dalam pertanyaannya, Partai Kiri meminta penjelasan tentang bagaimana pemerintah memastikan bahwa senjata buatan Jerman tidak digunakan untuk melanggar hukum internasional.

Menanggapi hal tersebut, pemerintah Jerman menyatakan bahwa seluruh persetujuan ekspor dilakukan melalui proses penilaian ketat secara kasus per kasus. Prosedur ini mengacu pada hukum nasional, peraturan ekspor Uni Eropa, Traktat Perdagangan Senjata (Arms Trade Treaty), serta analisis risiko kemanusiaan.

Dalam konteks gugatan hukum yang diajukan Nikaragua terhadap Jerman di Mahkamah Internasional, Berlin berpendapat bahwa pengadilan telah mengakui keberadaan mekanisme evaluasi ekspor senjata yang dilakukan Jerman dan menolak permintaan penangguhan ekspor secara darurat.

Kendati demikian, kritik tetap bermunculan dari berbagai kalangan. Pemerintah Jerman dinilai belum cukup transparan, terutama karena menolak mengungkap rincian jumlah pengiriman per bulan atau identitas produsen senjata dengan alasan kepentingan nasional dan keamanan negara.

Isu ini semakin sensitif setelah Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant. Dalam konteks ini, pertanyaan diajukan apakah pemerintah Jerman akan menjalankan kewajiban hukum internasional bila salah satu dari mereka berkunjung ke wilayah Jerman.

Pemerintah tidak memberikan tanggapan langsung, melainkan merujuk pada pernyataan sebelumnya tentang kewajiban hukum internasional.

Sebagai penyedia senjata terbesar kedua bagi Israel setelah Amerika Serikat, tekanan terhadap Jerman kian meningkat. Sejumlah organisasi HAM dan partai oposisi menuntut evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan ekspor senjata, serta penegakan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap hukum internasional.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular