Saturday, December 21, 2024
HomeBeritaJurnalis AS: Media barat sembunyikan fakta-fakta perang di Gaza

Jurnalis AS: Media barat sembunyikan fakta-fakta perang di Gaza

Wartawan asal Amerika Serikat menuduh bahwa wajah sebenarnya dari perang Israel terhadap Gaza disembunyikan dari opini publik Barat melalui pengabaian media Barat terhadap serangan Israel dan kejahatan perang yang dilakukannya.

Max Blumenthal, pemimpin redaksi situs berita independen The Grayzone, dalam sebuah konferensi di Istanbul, Turki, mengungkapkan pandangannya tentang bagaimana media Barat menggambarkan serangan Israel terhadap Gaza serta peran Amerika Serikat dalam konflik Israel-Palestina.

“Pada 7 Oktober, media Barat tidak menunjukkan kerugian yang dialami militer Israel di tangan Hamas dan faksi-faksi lainnya di Gaza. Mereka hanya fokus pada penculikan warga sipil dan kemudian memulai narasi pembunuhan warga sipil yang memang benar dan terdokumentasi, namun mereka juga memalsukan cerita tentang bayi yang dipenggal dan dibakar di oven, untuk menciptakan tekanan politik bagi Israel guna menghancurkan Gaza sepenuhnya,” ujar Blumenthal seperti dikutip Anadolu.

Ia menambahkan bahwa media Barat tidak memberikan liputan yang memadai terkait peristiwa-peristiwa terbaru di Gaza, seperti pembunuhan seorang pegawai Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) dan pemboman di kamp pengungsi Jabalia.

“Saat ini kita hampir tidak mendengar apa pun tentang Gaza. Israel sedang membombardir Gaza bagian utara dengan sangat keras. Mereka baru saja membunuh kepala UNRWA, orang yang bertanggung jawab atas distribusi makanan dan bantuan. Ratusan orang tewas dalam beberapa hari terakhir di kamp pengungsi Jabalia, namun media Barat sama sekali tidak meliput hal ini. Mereka malah fokus pada serangan Israel terhadap Lebanon. Itulah berita yang mereka angkat.”

“AS adalah penghalang utama perdamaian”

Blumenthal juga menyoroti standar ganda yang dilakukan oleh media Barat dan mengecam liputan media yang ia sebut sebagai hipokrit.

“Media Barat juga tidak menampilkan hal-hal yang dengan bangga dipamerkan oleh Israel. Misalnya, tentara Israel yang dengan sengaja meledakkan rumah-rumah untuk bersenang-senang, menembaki rumah-rumah, atau mengenakan pakaian dalam wanita di rumah-rumah yang mereka duduki lalu mengunggahnya di TikTok. Media Barat sama sekali tidak meliput hal ini,” tuturnya.

“Mereka juga tidak pernah melaporkan tentang ‘Hannibal Directive’, yakni perintah yang diberikan Israel pada 7 Oktober untuk membunuh warganya sendiri serta tentara yang ditangkap. Masalah terbesar dalam media Barat bukan pada apa yang mereka tunjukkan, tapi pada apa yang tidak mereka tunjukkan. AS adalah penghalang utama perdamaian di Israel-Palestina.”

“Blinken menyetujui serangan terhadap konvoi bantuan kemanusiaan”

“Kini kami mengetahui bahwa Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyetujui serangan terhadap konvoi bantuan kemanusiaan setelah berbohong tentang Israel yang memblokir bantuan. Ini adalah sosok yang sangat dekat dengan lobi Israel,” ungkap Blumenthal.

Ia menyoroti pengaruh lobi Israel di Washington dan bagaimana hal itu mempengaruhi kebijakan AS, serta menekankan bahwa masalah terbesar di Washington adalah “peran lobi Israel dan para miliarder yang mendukung Israel dalam mendanai kampanye pemilu.”

Blumenthal mengatakan bahwa tidak ada batasan seberapa besar sumbangan yang bisa diberikan seseorang kepada kandidat di AS.

“Ada dua politisi kecil di AS, anggota Kongres, yang lantang berbicara tentang Palestina dan menyerukan penghentian senjata ke Israel: Cori Bush dan Jamal Bowman. Lobi Israel, AIPAC, menghabiskan 20 juta dolar untuk mengalahkan mereka. Itu lebih banyak dari total biaya kampanye pemilu di banyak negara di dunia. Jadi, tidak ada kemungkinan perubahan di Washington saat ini.”

Menurutnya, perubahan hanya bisa terjadi “di panggung internasional,” dan “satu-satunya cara kita akan melihat perubahan adalah jika organisasi lobi Israel seperti AIPAC harus didaftarkan sebagai agen asing dan melaporkan aktivitas mereka.

Gerakan solidaritas Palestina di AS ungkap ‘kontradiksi besar Barat’

Menanggapi meningkatnya peran aktivisme global setelah serangan Israel ke Gaza, Blumenthal mengatakan bahwa “Gerakan Solidaritas Palestina di AS telah menghidupkan kembali gerakan anti-perang yang sebelumnya mati sebelum 7 Oktober.”

Ia menekankan bahwa peran gerakan ini dalam mengungkap kontradiksi dalam institusi-institusi Amerika, termasuk “upaya untuk menekan protes di universitas” dan “upaya Kongres untuk membatasi kebebasan berbicara.”

Blumenthal menambahkan bahwa “penting bagi rakyat Amerika untuk melihat hal ini. Mereka telah mengungkap salah satu kontradiksi besar Barat, khususnya Amerika Serikat.”

PBB tak mampu mencegah kekerasan Israel dan AS

Mengkritik hipokrisi “tatanan berbasis aturan” Barat, Blumenthal menyampaikan keraguannya terhadap tatanan global saat ini.

Menunjukkan bahwa kegagalan institusi internasional, terutama PBB, turut memicu eskalasi kekerasan, ia mengatakan: “PBB telah terbukti tidak berdaya, sepenuhnya lemah, karena tidak mampu campur tangan atau melakukan apa pun untuk mencegah kekerasan Israel dan AS.”

Blumenthal memperingatkan kemungkinan konflik berkepanjangan di kawasan itu, dengan mengatakan bahwa “karena kegagalan institusi-institusi internasional, yang diciptakan oleh Barat dan dirancang untuk gagal, kita melihat perang ini meluas menjadi apa yang saya pikir bisa menjadi perang 20 tahun.”

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Pengajar HI Universitas Al Azhar Indonesia, Mahasiswa PhD Hubungan Antarbangsa Universitas Sains Malaysia.
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular