Thursday, January 9, 2025
HomeBeritaLebanon akan deportasi putra Yusuf Qaradhawi ke UEA

Lebanon akan deportasi putra Yusuf Qaradhawi ke UEA

Lebanon memutuskan untuk mendeportasi Abdul Rahman Yusuf, seorang aktivis dan oposisi Mesir-Turki, ke Uni Emirat Arab (UEA), meskipun ada desakan dari kelompok hak asasi manusia yang meminta agar dia dibebaskan.

Abdul Rahman Yusuf, putra ulama Mesir Yusuf al-Qaradhawi yang meninggal pada 2022, ditangkap oleh pihak berwenang Lebanon pada 28 Desember setelah kembali dari Suriah. Di Suriah, ia ikut merayakan kejatuhan Presiden Bashar al-Assad.

Yusuf, yang dikenal sebagai kritikus Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, sempat merekam video di Damaskus, di mana ia menyatakan harapannya agar masa depan Suriah tidak dibatasi oleh negara-negara Arab seperti Mesir, Arab Saudi, dan UEA.

Dalam video tersebut, ia berkata, “Yakinlah kemenangan akan datang, di Mesir, Tunisia, Libya, Yaman, dan semua negara yang melawan ketidakadilan dan tirani.”

Setelah video itu beredar, banyak akun media sosial yang terhubung dengan pemerintah Saudi dan Mesir mendesak agar Yusuf segera dideportasi.

Pihak berwenang Lebanon belum memberikan komentar resmi mengenai kasus ini. Namun, saluran berita lokal LBC melaporkan bahwa kabinet Lebanon telah memutuskan untuk mendeportasi Yusuf ke UEA setelah pembahasan panjang yang menarik perhatian publik.

Mengenai kapan deportasi itu akan dilakukan, belum ada informasi lebih lanjut.

Sebelumnya, Amnesty International meminta pemerintah Lebanon untuk menolak permintaan ekstradisi dari UEA dan Mesir.

“Mengkritik pemerintah bukanlah sebuah kejahatan,” kata Sara Hashash, Wakil Direktur Amnesty International untuk kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara.

“Memaksa deportasi ke negara yang kemungkinan besar akan menganiaya dia adalah pelanggaran serius terhadap prinsip non-refoulement dalam hukum internasional,” tambahnya.

Hashash juga menegaskan bahwa kasus ini menjadi ujian penting bagi komitmen Lebanon terhadap kebebasan berekspresi.

“Lebanon harus memprioritaskan hak asasi manusia dan kewajiban internasional mereka di atas kepentingan politik dan ekonomi,” ujarnya.

Kelompok hak asasi manusia sering mengkritik perlakuan UEA terhadap aktivis dan oposisi, termasuk tuduhan penyiksaan terhadap mereka yang memperjuangkan kebebasan berpendapat.

Tahun lalu, UEA menjatuhi hukuman penjara seumur hidup kepada 43 orang, termasuk akademisi Nasser bin Ghaith yang ditahan sejak 2015 karena unggahan media sosialnya.

Nasser bin Ghaith adalah salah satu dari banyak orang yang dihukum setelah penindasan besar-besaran di UEA pasca pemberontakan Musim Semi Arab 2011.

Meskipun UEA tidak mengalami upaya penggulingan pemerintah, mereka keras dalam menanggapi demonstran dan oposisi.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Pengajar HI Universitas Al Azhar Indonesia, Mahasiswa PhD Hubungan Antarbangsa Universitas Sains Malaysia.
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular