Sejumlah surat kabar internasional menilai rencana perdamaian yang diajukan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump untuk Jalur Gaza bersifat sepihak dan memberi keleluasaan penuh bagi Israel.
Banyak pihak meragukan rencana itu bisa dijalankan di lapangan.
Harian The New York Times dalam tajuk rencananya menekankan pentingnya segera menghentikan perang yang disebutnya “mengerikan” dan telah merenggut lebih dari 60.000 nyawa warga Palestina—sekitar 3 persen dari total penduduk Gaza.
Media tersebut mengajukan sejumlah pendekatan untuk menghentikan konflik, dengan menekankan bahwa baik warga sipil Palestina maupun tawanan Israel tidak bisa terus menunggu.
Tantangan berat
Sementara itu, harian Le Figaro (Prancis) menilai keberhasilan rencana Trump bergantung pada sejumlah syarat yang dianggap hampir mustahil dipenuhi.
Salah satunya adalah tenggat sangat singkat yang diberikan kepada Hamas untuk menerima rencana tersebut tanpa perubahan apa pun. Hal itu sama saja dengan menuntut kekalahan total dan penyerahan diri.
Hambatan lain, menurut Le Figaro, adalah keraguan terhadap kesediaan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mematuhi isi kesepakatan. Netanyahu sendiri saat ini berstatus terdakwa di Mahkamah Pidana Internasional.
Surat kabar itu mencatat bahwa komentar Netanyahu dalam bahasa Ibrani nyaris tanpa basa-basi sopan, berbeda dari pernyataannya saat berdampingan dengan Trump.
Selain itu, Le Figaro menilai tantangan besar lainnya adalah keharusan bagi AS untuk mengawasi pelaksanaan rencana secara langsung.
Itu berarti wilayah Gaza harus berada dalam pengawasan ketat pasukan Amerika selama bertahun-tahun ke depan.
Dalam catatan terpisah, Le Monde menyebut dokumen yang ditawarkan Trump patut diapresiasi karena berpotensi menghentikan perang yang hampir melenyapkan Gaza.
Namun, Le Monde menilai rancangan itu tidak pantas disebut “rencana perdamaian”.
Menurut Le Monde, yang ditawarkan hanya “perdamaian terbatas dan relatif” karena tidak menyertakan jadwal implementasi, tidak menyebutkan perdamaian yang adil, mengabaikan solusi 2 negara, dan sama sekali tidak menyinggung Tepi Barat maupun kerangka hukum internasional.
Lebih jauh lagi, Le Monde menilai rencana Trump justru mengabaikan dan menyingkirkan inisiatif yang pernah diajukan Prancis bersama sejumlah negara Arab.
Usulan sebelumnya dinilai jauh lebih seimbang dan adil dibandingkan gagasan sepihak dari Washington.
Sepihak
Kritik terhadap rencana perdamaian Presiden AS, Donald Trump untuk Gaza terus bermunculan dari berbagai media internasional.
Mayoritas menilai gagasan tersebut bersifat sepihak, tidak realistis, dan lebih memberi keuntungan politik bagi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dibandingkan membuka jalan bagi perdamaian.
Situs investigasi Mediapart (Prancis) menyebut rencana itu jelas-jelas merampas hak bangsa Palestina untuk menentukan nasib sendiri.
“Dalam hal bentuk, tidak ada satu pun perwakilan Palestina yang hadir saat Trump mengumumkan rencananya. Dari sisi substansi, isi dokumen penuh ambiguitas yang memberi Israel kesempatan berbuat semaunya,” tulis Mediapart.
Media itu juga menilai skema tersebut dirancang untuk “merehabilitasi” citra Israel di tengah perpecahan di antara sekutu-sekutu Eropa, sekaligus menjebak Hamas dalam posisi serba salah, apakah menerima atau menolak.
Harian The Times (Inggris) menyoroti pernyataan Perdana Menteri Keir Starmer yang dianggap tidak mendukung keterlibatan mantan PM Tony Blair sebagaimana dicantumkan dalam rencana Trump.
“Ini adalah momen penting dan krusial, terlepas siapa yang memimpin atau berpartisipasi. Yang utama adalah semua pihak mengadopsi langkah yang bisa menghentikan situasi memburuk dan membawa pada kondisi yang lebih baik,” ujar Starmer, dikutip The Times.
Di AS, The Wall Street Journal menilai rencana Trump justru memberi “napas politik” bagi Netanyahu, yang tengah menghadapi pemilu mendatang.
Menurut media itu, beban untuk meyakinkan Hamas agar menerima proposal kini dialihkan kepada negara-negara Arab dan Islam.
Netanyahu dinilai berhasil memperoleh sejumlah konsesi penting, termasuk tetap adanya zona penyangga di Gaza, pelucutan senjata Hamas, serta pencegahan agar kelompok itu tidak lagi memerintah. Meski begitu, ia terpaksa melepaskan beberapa sikap keras sebelumnya.
Wall Street Journal juga mencatat perdebatan tajam di dalam Israel sendiri. Sebagian kalangan menilainya sebagai kegagalan besar, sementara lainnya percaya Netanyahu bisa memanfaatkannya untuk keuntungan politik, terutama jika berhasil mengembalikan tawanan Israel.
Adapun harian Jerusalem Post melaporkan hasil jajak pendapat yang menunjukkan 71 persen warga Israel mendukung rencana tersebut.
Menariknya, 91 persen warga Arab-Israel juga menyatakan dukungan. Namun, 82 persen responden tidak percaya rencana itu bisa dilaksanakan sepenuhnya, sementara hanya 12 persen yang yakin dapat terealisasi.
Sekitar setengah dari responden mendukung langkah Netanyahu meminta maaf kepada Qatar terkait insiden serangan di Doha.
Selain rencana Trump, isu Armada Keteguhan juga mendapat sorotan media global. The Guardian (Inggris) menyoroti keterlibatan 6 warga Australia dalam armada tersebut dan sikap Pemerintah Australia yang mendesak semua pihak menghormati hukum internasional serta tidak menghalangi perjalanan kapal. Canberra juga menyatakan kekhawatiran atas keselamatan peserta pelayaran.
Guardian mengutip kesaksian Juliette Talamont, seorang pembuat film dokumenter asal Australia yang ikut serta.
Ia menegaskan semangat para peserta tetap tinggi, meski mereka semua diliputi kecemasan atas kondisi tragis yang setiap hari berlangsung di Palestina.