Presiden Iran Masoud Pezeshkian menuai kritik tajam dari sejumlah media konservatif dalam negeri pada Selasa (8/7/2025), menyusul pernyataannya yang membuka peluang untuk melanjutkan perundingan dengan Amerika Serikat.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam sebuah wawancara dengan jurnalis asal AS, Tucker Carlson.
Dalam wawancara yang ditayangkan Senin malam waktu Teheran, Pezeshkian menyatakan bahwa “tidak ada masalah” dalam memulai kembali pembicaraan dengan Washington.
Padahal, pada Juni lalu, AS melancarkan serangan udara terhadap fasilitas nuklir Iran—di tengah konflik regional yang terus memanas.
Serangan tersebut—yang disebut sebagai bagian dari dukungan AS terhadap Israel dalam konflik Gaza—menargetkan beberapa situs strategis di Iran, termasuk fasilitas nuklir di Fordow, Isfahan, dan Natanz.
Pemerintah Iran melaporkan bahwa konflik selama 12 hari tersebut, yang dimulai pada 13 Juni, menewaskan sedikitnya 1.060 warga Iran.
Pernyataan Pezeshkian memicu respons keras dari sejumlah surat kabar berhaluan konservatif. Harian Kayhan, yang dikenal dekat dengan kelompok garis keras, mempertanyakan pendekatan presiden.
“Apakah adil kembali duduk tanpa syarat di meja perundingan yang sama dengan pihak yang telah menjatuhkan bom di atas diplomasi?” tulis Kayhan dalam tajuk rencananya.
Surat kabar itu menegaskan bahwa menghadapi musuh yang “tangannya berlumur darah rakyat kita”, Iran seharusnya bersikap tegas dan tidak berkompromi.
Sementara itu, surat kabar Javan menyebut pendekatan presiden “terlalu lunak dan lembut”. Media tersebut menyoroti bahwa wawancara dengan jurnalis Amerika itu seharusnya menjadi kesempatan untuk menunjukkan sikap keras rakyat Iran terhadap Washington.
“Makna sejati dari dialog seperti ini adalah menyuarakan kemarahan dan kecurigaan rakyat terhadap Amerika,” tulis Javan.