Menteri Luar Negeri Inggris Yvette Cooper menegaskan komitmen pemerintahnya untuk mendukung mekanisme pengawasan yang menjamin kepatuhan semua pihak terhadap gencatan senjata di Jalur Gaza.
Dalam pernyataannya, Cooper mengatakan bahwa London tengah bekerja sama dengan Washington dan sejumlah negara lain untuk memastikan kesepakatan itu berjalan efektif dan berujung pada perdamaian jangka panjang.
“Kita tidak dapat membiarkan Gaza terpecah. Wilayah ini harus menjadi bagian dari solusi dua negara,” ujar Cooper.
Ia juga menekankan bahwa gencatan senjata yang kini berlaku harus menjadi langkah awal menuju perdamaian yang berkelanjutan, bukan sekadar jeda sementara di tengah konflik yang berkepanjangan.
Pernyataan Cooper datang sehari setelah Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menegaskan hal serupa dalam pertemuannya dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan di Ankara.
Dalam pertemuan itu, Starmer menekankan pentingnya menjaga kesepakatan gencatan senjata yang disepakati di Gaza agar tidak runtuh oleh provokasi di lapangan.
Inggris sendiri menjadi salah satu peserta dalam Pusat Koordinasi yang dibentuk oleh Amerika Serikat (AS) di Israel.
Pusat tersebut berfungsi untuk memantau implementasi gencatan senjata dan memperlancar masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza yang masih porak-poranda akibat perang.
Dalam pernyataan terpisah, Kementerian Pertahanan Inggris mengonfirmasi bahwa sejumlah kecil perwira perencana telah dikirim ke Israel untuk bergabung dalam pusat koordinasi tersebut.
Juru bicara kementerian menjelaskan bahwa kehadiran tim itu bertujuan memastikan keterlibatan Inggris dalam upaya yang dipimpin AS untuk merancang skenario pascaperang Gaza.
Sementara itu, Menteri Pertahanan John Healey menyebut langkah pengiriman personel militer itu dilakukan sebagai respons atas permintaan langsung dari Washington.
Gencatan senjata yang kini berlaku di Jalur Gaza merupakan hasil kesepakatan yang dicapai di kota resor Sharm el-Sheikh, Mesir, pada 9 Oktober lalu, dengan mediasi bersama Qatar, Mesir, dan Turki, serta partisipasi aktif AS.
Kesepakatan ini muncul dua tahun setelah kampanye militer besar-besaran Israel di Gaza, yang oleh banyak pengamat dan lembaga HAM internasional dikategorikan sebagai tindakan genosida terhadap penduduk sipil Palestina.
Bagi London, sebagaimana ditegaskan Cooper, tantangan sesungguhnya kini adalah mengubah jeda senjata menjadi jalan nyata menuju rekonsiliasi.
Selain itu juga pembentukan negara Palestina yang merdeka, sebuah visi yang semakin mendesak di tengah trauma panjang yang dialami rakyat Gaza.


