Menteri Luar Negeri Israel yang baru, Gideon Saar, mengatakan bahwa pemerintahannya seharusnya menjalin hubungan dengan suku Kurdi dan minoritas regional lain yang ia sebut sebagai sekutu alami Israel, lansir Middle East Eye pada Senin (11/11).
Saar, yang dilantik sebagai Menteri Luar Negeri setelah penggantian Israel Katz terhadap Yoav Gallant pekan lalu, menyatakan bahwa Israel seharusnya mencari dukungan dari Kurdi, Druze, dan minoritas lainnya di negara-negara tetangga, selain dari Arab Saudi.
“Bangsa Kurdi adalah bangsa besar, salah satu bangsa besar yang tidak memiliki kemerdekaan politik,” ujarnya dalam upacara pelantikan menteri pada hari Minggu.
Ia menggambarkan Kurdi sebagai “sekutu alami” Israel. “Kurdi adalah minoritas nasional yang tersebar di empat negara berbeda, dua di antaranya memiliki otonomi: de facto di Suriah dan de jure dalam konstitusi Irak,” tambah Saar.
Saar juga mengatakan bahwa orang Kurdi adalah “korban penindasan dan agresi dari Iran dan Turki,” dan menekankan pentingnya Israel memperkuat hubungan dengan mereka.
“Ini memiliki aspek politik dan keamanan,” ujar Saar lebih lanjut.
Ia juga menyarankan agar minoritas Druze di Lebanon dan Suriah dijadikan bagian dari pendekatan diplomatik Israel.
Israel sendiri memiliki komunitas Druze yang, meskipun mengalami diskriminasi serupa dengan warga Palestina lainnya di Israel, sering kali berperan dalam militer.
Di Lebanon, komunitas Druze memiliki sejarah mendalam dalam mendukung Palestina.
Pada Juni lalu, foto pemakaman seorang tentara Druze Israel yang tewas di Gaza menimbulkan kontroversi, terutama ketika peti matinya dibalut dengan bendera Israel, disertai gambar dua tokoh terkenal Druze.
Walid Jumblatt, politisi Lebanon yang dianggap sebagai pemimpin komunitas tersebut, menyebut itu sebagai “penghinaan terhadap ingatan dua pahlawan Arab besar”.
Sementara itu, di Suriah, komunitas Druze juga menentang Israel, khususnya setelah pendudukan Israel atas Dataran Tinggi Golan yang mayoritas Druze pada tahun 1967.
Kurdi merupakan salah satu kelompok minoritas terbesar tanpa negara di dunia, dengan populasi signifikan di Turki, Irak, Iran, dan Suriah. Di berbagai negara tersebut, hak-hak dan status sosial mereka sangat bervariasi, dan mereka diwakili oleh partai politik dengan ideologi yang beragam, termasuk dalam sikap mereka terhadap Israel.
Partai Demokratik Kurdistan yang dominan di wilayah semi-otonom Kurdistan, Irak, telah menjalin hubungan dekat meskipun tidak resmi dengan Israel selama bertahun-tahun.
Irak secara keseluruhan menolak mengakui negara Israel dan warganya dapat menghadapi hukuman mati jika menjalin kontak dengan negara tersebut.
Israel merupakan satu-satunya negara yang secara terbuka mendukung referendum kemerdekaan yang diadakan di wilayah Pemerintah Daerah Kurdistan pada tahun 2017, yang ditolak oleh pemerintah Irak.
Hubungan antara Palestina dan Kurdi Irak pun pernah mengalami ketegangan, terutama karena dukungan Yasser Arafat terhadap Saddam Hussein.
Di sisi lain, Unit Perlindungan Rakyat (YPG) yang menguasai sebagian besar Suriah timur laut, merupakan cabang dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK), sebuah organisasi kiri yang memiliki hubungan dekat dengan kelompok-kelompok Palestina yang ideologinya sejalan, seperti Front Populer Pembebasan Palestina dan Front Demokratik Pembebasan Palestina.
PKK, yang telah melancarkan separatisme terhadap Turki selama beberapa dekade, mendapat pelatihan dari kelompok-kelompok Palestina di Lebanon, di mana 11 pejuangnya tewas dalam pertempuran melawan Israel pada tahun 1982.
Konflik Israel-Turki
Meskipun hubungan Israel dengan Turki telah terjalin lama, ketegangan antara kedua negara sering kali muncul dan memengaruhi ikatan mereka.
Baru-baru ini, hubungan tersebut terganggu berat akibat perang Israel di Gaza, yang oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan disebut sebagai genosida.
Pada Mei lalu, Turki menangguhkan kesepakatan perdagangan senilai $8 miliar dengan Israel. Meskipun demikian, para pedagang berupaya untuk tetap melanjutkan bisnis mereka dengan mengekspor melalui Palestina.
Sejumlah protes direncanakan di luar beberapa kedutaan besar Turki pada Senin (11/11), yang diprakarsai oleh aktivis pro-Palestina, sebagai bentuk penolakan terhadap pengiriman minyak yang terus berlangsung ke Israel melalui pelabuhan-pelabuhan Turki.
Kelompok aktivis A Thousand Youths for Palestine yang ikut mengorganisir demonstrasi tersebut, menyatakan melalui media sosial bahwa mereka mendesak Erdogan untuk “menutup saluran genosida” yang menyuplai serangan ke Gaza.
Sejak Oktober 2023, lebih dari 43.000 orang dilaporkan tewas akibat serangan Israel, menurut kementerian kesehatan Palestina.