Menteri Luar Negeri Jerman, Johann Wadephul, pada Jum’at (30/5/2025) menyatakan bahwa pemerintah Jerman tengah meninjau ulang pengiriman senjata ke Israel, menyusul kekhawatiran atas operasi militer yang dianggap brutal di Jalur Gaza. Hal ini disampaikan Wadephul dalam wawancara dengan harian Sueddeutsche Zeitung, seperti dilaporkan kantor berita Anadolu.
“Pertanyaannya adalah apakah apa yang terjadi di Jalur Gaza sesuai dengan hukum humaniter internasional. Kami sedang mengevaluasinya, dan berdasarkan hasil evaluasi tersebut, kami akan memutuskan apakah pengiriman senjata akan diteruskan,” ujar Wadephul.
Saat ditanya apakah hal itu dapat menyebabkan penghentian sebagian pengiriman, ia menjawab, “Itulah makna dari pernyataan tersebut.”
Wadephul menyoroti bahwa bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza saat ini hanya setetes air di lautan dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mendasar masyarakat sipil.
“Ini soal memastikan hak asasi manusia yang paling mendasar. Yang paling pertama menjadi korban adalah orang sakit, orang lemah, dan anak-anak. Karena itu, kami telah mengubah bahasa diplomasi kami, dan kemungkinan juga akan mengubah kebijakan politik kami dalam langkah selanjutnya,” ujarnya.
Wadephul dan Kanselir Friedrich Merz belakangan ini semakin keras dalam mengkritik Pemerintah Israel. Mereka menilai bahwa Tel Aviv tidak menepati janji untuk memastikan distribusi bantuan kemanusiaan kepada warga sipil Palestina melalui jalur distribusi baru Israel-Amerika yang dijanjikan mulai 25 Mei.
Dalam forum Eropa WDR di Berlin, Selasa lalu, Wadephul kembali menegaskan bahwa kebijakan Israel di Gaza, yang menghambat pasokan makanan dan obat-obatan serta meningkatkan serangan militer, adalah tidak dapat diterima dan melanggar hukum internasional.
“Israel menjalankan strategi ganda yang kami nilai keliru. Di satu sisi menahan bantuan pangan dan medis, dan di sisi lain meningkatkan operasi militer secara besar-besaran, yang tampaknya bertujuan untuk mendorong populasi makin ke selatan,” ujar Wadephul.
“Saya sudah menyampaikan dengan jelas sejak kunjungan saya ke Israel bahwa kebijakan ini tidak bisa mendapat dukungan dari Jerman. Dan karena kebijakan ini masih berlangsung—sementara bantuan kemanusiaan tidak mengalami peningkatan signifikan—maka kritik kami akan menjadi semakin keras,” tegasnya.
Ia juga memperingatkan bahwa jika pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional terus terjadi, maka Jerman bisa menghentikan pengiriman senjata ke Israel.
“Kami membela supremasi hukum di mana pun, termasuk hukum humaniter internasional. Dan jika kami melihat ada risiko pelanggaran, tentu kami akan bertindak. Kami tidak akan memasok senjata yang dapat memperburuk pelanggaran tersebut,” jelasnya.
Wadephul menambahkan bahwa tim ahli hukum dari Kementerian Luar Negeri akan menyusun laporan pada pekan depan untuk menjadi dasar pengambilan keputusan pemerintah ke depan terkait isu ini.
Selama ini, Jerman dikenal sebagai salah satu pendukung kuat Israel, dengan para pemimpin politik menekankan tanggung jawab sejarah Jerman atas masa lalu kelam di era Nazi dan kejahatan terhadap kaum Yahudi selama Perang Dunia II. Namun, dalam beberapa hari terakhir, pemerintahan koalisi kanan-tengah Kanselir Merz mulai mengambil posisi yang lebih kritis terhadap Israel, terutama terkait serangan militer terbaru, blokade bantuan, dan wacana pengusiran warga Palestina serta aneksasi wilayah oleh sejumlah menteri Israel.