Pemerintah Mesir kembali menegaskan penolakannya terhadap kehadiran militer Israel di perbatasan Gaza, termasuk di wilayah perlintasan Rafah dan Koridor Philadelphi.
Hal tersebut diberitakan kantor berita Turki, Anadolu Agency pada Senin (2/12).
“Mesir menolak kehadiran militer Israel di sisi Palestina dari perlintasan Rafah dan Koridor Philadelphi, serta penghalangan terhadap bantuan kemanusiaan,” ujar Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdelatty, dalam pertemuan di Kairo bersama Wakil Sekretaris Jenderal PBB, Amina Mohammed, pada Senin (27/11).
Pertemuan tersebut berlangsung di sela-sela konferensi bantuan kemanusiaan untuk Gaza.
Militer Israel menguasai sisi Palestina dari perlintasan Rafah pada Mei lalu, di tengah serangan mereka ke Kota Rafah di Gaza selatan.
Perlintasan tersebut merupakan jalur vital untuk bantuan kemanusiaan ke Gaza, yang telah diblokade sejak 2007.
Tel Aviv hingga kini menolak permintaan Mesir untuk menarik pasukannya dari Koridor Philadelphi, zona demiliterisasi yang terletak di perbatasan Mesir-Gaza.
Dalam pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Mesir, Abdelatty menekankan pentingnya upaya internasional untuk membuka akses bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Mediasi yang Buntu
Dalam pertemuan tersebut, diplomat Mesir dan pejabat PBB juga membahas upaya Mesir dalam mendorong gencatan senjata di Gaza.
Meski berbagai mediasi yang dipimpin oleh Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar telah dilakukan, upaya mencapai kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas tetap menemui jalan buntu. Hal itu diakibatkan penolakan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, untuk menghentikan perang.
Israel melancarkan serangan besar-besaran ke Gaza sejak Oktober lalu setelah serangan oleh Hamas. Serangan ini telah menewaskan lebih dari 44.400 orang, mayoritas perempuan dan anak-anak, serta melukai lebih dari 105.000 lainnya.
Kecaman Internasional
Memasuki tahun kedua konflik, kecaman internasional terhadap aksi Israel semakin meluas.
Berbagai pihak menilai blokade bantuan dan serangan yang terjadi merupakan upaya sistematis untuk menghancurkan populasi di Gaza.
Pada 21 November, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait perang mematikan yang mereka lakukan di Gaza.