Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, kembali mengajukan permohonan untuk menunda kesaksiannya dalam kasus korupsi yang melibatkan dirinya. Demikian laporan kantor berita Anadolu Agency pada Ahad (24/11).
Alasan Netanyahu kali ini adalah terbitnya surat perintah penangkapan oleh Mahkamah Kriminal Internasional (ICC).
Kamis pekan lalu, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Netanyahu dijadwalkan memberikan kesaksian di pengadilan pada 2 Desember mendatang terkait tuduhan suap, pelanggaran kepercayaan, dan penipuan yang dihadapinya.
Saluran berita Israel, Channel 12 melaporkan, Netanyahu mengajukan permintaan lain ke Pengadilan Distrik Yerusalem untuk menunda kesaksiannya selama 15 hari.”
Ia beralasan tim pembela belum siap untuk kesaksian yang dijadwalkan pada sesi pekan depan. Dia berjanji, penundaan ini adalah permintaan singkat dan terakhir, dengan pertimbangan yang diperlukan.
Netanyahu dan tim pembelanya mengaitkan permintaan penundaan ini dengan surat perintah ICC sebagai alasan tambahan.
Menurut laporan harian Haaretz, kantor Netanyahu sebelumnya telah meminta badan keamanan Shin Bet untuk memberikan opini yang memungkinkan Netanyahu menghindari persidangan.
Namun, Shin Bet menolak memberikan pendapat, dan justru meluncurkan penyelidikan mendalam, sambil tetap memenuhi persyaratan keamanan bagi perdana menteri.
Laporan tersebut juga menyebut bahwa Netanyahu menghadapi tekanan dari keluarga dan orang-orang dekatnya untuk memecat kepala Shin Bet, Ronen Bar, setelah badan tersebut menolak permintaan Netanyahu.
Ini bukan pertama kalinya Netanyahu berusaha menghindari kehadiran di pengadilan. Dua pekan lalu, pengadilan menolak permintaan Netanyahu untuk menunda kesaksiannya dengan alasan keterlibatannya dalam konflik yang sedang berlangsung di Gaza dan Lebanon.
Sejak serangan Hamas tahun lalu, Israel melancarkan perang di Jalur Gaza yang menewaskan lebih dari 44.200 orang—kebanyakan perempuan dan anak-anak—serta melukai lebih dari 104.500 lainnya.
Konflik ini juga meluas ke Lebanon, dengan serangan udara mematikan yang dilakukan Israel di wilayah tersebut, menandai eskalasi dari ketegangan lintas batas antara Israel dan Hizbullah selama setahun terakhir.