Friday, April 18, 2025
HomeBeritaNetanyahu melenggang di langit Eropa, Prancis dicap langgar hukum internasional

Netanyahu melenggang di langit Eropa, Prancis dicap langgar hukum internasional

Pemerintah Prancis dituding telah melakukan “pelanggaran serius” terhadap kewajiban hukumnya dengan mengizinkan pesawat yang membawa Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, melintasi wilayah udaranya. Tuduhan ini muncul setelah untuk ketiga kalinya dalam dua bulan terakhir, pesawat Netanyahu melintas di atas wilayah udara Prancis.

Netanyahu, yang tengah menjadi subjek surat perintah penangkapan dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas dugaan kejahatan perang di Gaza, diketahui melakukan perjalanan dari Hungaria ke Amerika Serikat akhir pekan lalu.

Dalam perjalanannya, pesawat yang membawanya melintasi wilayah udara Kroasia, Italia, dan Prancis.

Pada Februari lalu, pesawat yang sama juga tercatat melintasi wilayah udara Yunani, Italia, dan Prancis saat berangkat dari Israel menuju Amerika Serikat. Perjalanan pulangnya pun diduga melalui rute serupa.

Seorang sumber diplomatik Prancis kepada media Middle East Eye menyatakan bahwa penerbangan pada 2 Februari lalu memang telah “diizinkan” melintasi wilayah udara Prancis, dan diklaim sesuai dengan hak dan kewajiban Prancis berdasarkan hukum internasional.

“Statuta Roma tidak mengatur kewajiban terkait penerbangan di atas wilayah suatu negara oleh pesawat negara yang membawa individu yang menjadi subjek surat perintah penangkapan,” ujar sumber tersebut.

Namun, sumber tersebut tidak mengonfirmasi apakah penerbangan pada awal April juga telah memperoleh izin sebelumnya.

Sebagai negara penandatangan Statuta Roma, Prancis, Kroasia, dan Italia diwajibkan untuk menangkap siapa pun yang telah didakwa oleh ICC.

Namun, sekelompok ahli hukum menolak interpretasi hukum yang disampaikan pemerintah Prancis. Asosiasi Ahli Hukum untuk Penghormatan Hukum Internasional (Jurdi), yang terdiri atas para ahli hukum Prancis, menyampaikan bahwa tanggung jawab hukum Prancis mencakup wilayah udaranya.

Dalam surat terbuka kepada Presiden Emmanuel Macron, Jurdi menyatakan bahwa apabila izin penerbangan telah diberikan sebelumnya, maka Prancis kemungkinan telah melakukan “pelanggaran serius” terhadap komitmen internasionalnya.

Jurdi merujuk pada Konvensi Penerbangan Sipil Internasional yang ditandatangani di Chicago pada 1944, yang menyatakan bahwa wilayah udara merupakan bagian dari kedaulatan negara.

Oleh karena itu, menurut Jurdi, Prancis berkewajiban untuk menangkap individu yang menjadi subjek surat penangkapan internasional apabila berada di wilayahnya, termasuk melalui udara.

Kegagalan untuk melakukan hal ini, lanjut mereka, akan melemahkan integritas Statuta Roma serta upaya untuk menegakkan akuntabilitas atas kejahatan internasional paling serius.

Anggota parlemen dari partai sayap kiri La France Insoumise (LFI), Mathilde Panot, mendesak Presiden Macron untuk memberikan klarifikasi apakah penerbangan tanggal 6 April tersebut telah diberikan izin.

“Keputusan seperti itu akan menjadi pelanggaran sangat serius terhadap Statuta Roma,” ujar Panot melalui platform media sosial X.

Media juga melaporkan bahwa kementerian luar negeri Kroasia dan Italia belum memberikan tanggapan terkait penggunaan wilayah udaranya oleh pesawat Netanyahu.

Sementara itu, Hungaria dilaporkan telah menarik diri dari Statuta Roma saat kunjungan Netanyahu ke negara tersebut pekan lalu.

Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, saat ini menghadapi dakwaan oleh ICC atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan selama konflik di Gaza.

Keduanya dituduh menggunakan kelaparan sebagai senjata perang, pembunuhan disengaja, serta serangan yang ditujukan terhadap warga sipil.

Media Israel menyebutkan bahwa Netanyahu menambah sekitar 400 km pada rute penerbangannya dari Budapest ke Washington demi menghindari wilayah udara negara-negara yang mungkin akan menegakkan surat perintah penangkapan ICC, termasuk Irlandia, Islandia, dan Belanda.

Duta Besar Israel untuk AS, Yechiel Leiter, bahkan mengungkapkan bahwa pada penerbangan bulan Februari, rute perjalanan terpaksa diperpanjang untuk menghindari pendaratan darurat di negara-negara anggota ICC, dan justru memilih jalur yang melintasi pangkalan militer AS.

Pemerintah Prancis sebelumnya menuai kritik karena mengisyaratkan bahwa Netanyahu tidak akan ditangkap di wilayahnya, dengan alasan bahwa ia memiliki kekebalan sebagai pejabat tinggi negara. Namun, para pakar hukum internasional menegaskan bahwa tidak ada kekebalan semacam itu dalam konteks ICC.

Anggota parlemen Prancis, Clemence Guette, mengunggah jalur penerbangan Netanyahu dan menyatakan bahwa seharusnya pemimpin Israel tersebut “dicegat dan ditangkap.”

“Dengan melindungi seorang penjahat, Prancis turut serta dalam kejahatannya,” kata Guette. “Di Gaza, anak-anak masih meninggal di bawah bom Netanyahu. Hentikan genosida ini.”

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular