Norwegia dan Israel telah berseteru selama berbulan-bulan terkait keputusan Oslo untuk mengakui Palestina sebagai negara. Hal itu mendapat kecaman keras dari Tel Aviv. Sebagai tanggapan, Israel mengambil serangkaian tindakan terhadap negara Nordik tersebut.
Baru-baru ini, Israel mencabut akreditasi diplomat Norwegia yang menangani urusan dengan Otoritas Palestina, setelah keputusan tersebut diambil pada akhir Mei. Israel juga dilaporkan menarik dan membatalkan beberapa setoran bank di rekening Norwegia.
“Kami menerima pesan hari ini dari pemerintahan Netanyahu bahwa mereka tidak akan lagi memfasilitasi kerja diplomat Norwegia di wilayah Palestina,” kata Kementerian Luar Negeri Norwegia dalam sebuah pernyataan pada Kamis.
“Tindakan ini sangat ekstrem dan berdampak serius pada kemampuan kami untuk membantu Palestina. Keputusan Israel untuk mencabut status diplomatik anggota kedutaan kami adalah langkah ekstrem yang akan membawa konsekuensi,” ujar Kemlu Norwegia.
Pihak Norwegia juga sedang menilai kemungkinan tanggapan terhadap situasi yang “diciptakan pemerintahan Netanyahu.”
Di sisi lain, Israel mengatakan langkah tersebut diambil sebagai tanggapan atas “serangkaian tindakan anti-Israel dan sepihak” oleh pemerintah Norwegia.
Kementerian Luar Negeri Israel dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa duta besar Norwegia telah dipanggil dan diberitahu bahwa akreditasi para diplomat akan dicabut dalam tujuh hari dan visa mereka dalam tiga bulan.
Pada bulan Mei lalu, Norwegia bergabung dengan Spanyol dan Irlandia dalam mengakui Palestina sebagai negara. Slovenia dan Armenia mengikuti langkah tersebut pada bulan Juni.
Baca juga: Norwegia ikuti UE beri sanksi pemukim Israel
Baca juga: Sinwar telah menjadi sosok Salahuddin, kata jenderal Israel
Pengakuan ini memicu kemarahan Israel, yang berjanji akan mengambil tindakan terhadap negara-negara tersebut.
Norwegia memiliki kantor perwakilan di kota Ramallah, Tepi Barat. Namun, diplomatnya harus melewati pos pemeriksaan Israel di Tepi Barat untuk mencapai tempat tersebut.
Menjelang pengakuan resmi, Perdana Menteri Norwegia Jonas Gahr Store pada bulan Mei menekankan pentingnya menjaga prospek solusi dua negara.
“Di tengah perang, dengan puluhan ribu orang tewas dan terluka, kita harus menjaga tetap hidup satu-satunya alternatif yang menawarkan solusi politik bagi orang Israel dan Palestina: Dua negara yang hidup berdampingan, dalam damai dan keamanan,” kata Store.
Namun, Kabinet Perang Israel menyetujui langkah-langkah pada akhir Juni yang diusulkan oleh Menteri Keuangan Bezalel Smotrich yang bertujuan untuk “melegalkan” pos-pos pemukiman di Tepi Barat dan memberlakukan sanksi terhadap Otoritas Palestina.
KAN, otoritas penyiaran resmi Israel, melaporkan bahwa Kabinet Keamanan menyetujui rencana Smotrich untuk melawan pengakuan negara Palestina dan tindakan terhadap Israel di pengadilan internasional.
Menteri sayap kanan ekstrem tersebut mengancam pada awal Juli untuk mendirikan pemukiman baru untuk setiap negara yang mengakui Palestina sebagai negara.
Beberapa hari kemudian, Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz menolak permintaan kunjungan dari mitranya dari Norwegia, Espen Barth Eide.
Katz menolak permintaan Eide untuk mengunjungi Israel terkait “pengakuan Oslo terhadap negara Palestina, penolakan untuk mengakui Hamas sebagai organisasi teroris, dan dukungan terhadap kasus Afrika Selatan melawan Israel di Den Haag,” menurut laporan situs web berita *Times of Israel*.
Palestina ingin mendirikan negara merdeka di Tepi Barat yang diduduki dan Jalur Gaza, yang ditentang oleh Israel.
Bulan lalu, Knesset (parlemen Israel) memberikan suara menolak pembentukan negara Palestina, menyebutnya sebagai “ancaman eksistensial” bagi Israel.
Dalam sebuah opini penting pada 19 Juli, Pengadilan Internasional memutuskan bahwa pendudukan Israel selama puluhan tahun atas tanah Palestina “ilegal” dan menuntut evakuasi semua pemukiman yang ada di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.