Rencana kontroversial pemerintah Israel untuk membangun “kota kemanusiaan” yang lebih mirip dengan kamp konsentrasi di Gaza selatan menuai gelombang kritik dari berbagai kalangan oposisi. Pemimpin oposisi Yair Lapid pada Senin (14/7/2025) menyebut ide tersebut sebagai “gila—bahkan menurut standar pemerintah ini.”
Dalam pernyataan di pertemuan fraksi mingguan partainya, Yesh Atid, Lapid mengkritik keras rencana Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich untuk mendirikan kawasan tempat tinggal bagi lebih dari 600.000 warga Gaza, hampir dua kali lipat populasi Tel Aviv.
“Apakah penduduk kota ini akan diizinkan keluar? Jika tidak, bagaimana mereka akan dicegah? Apakah akan ada pagar? Pagar biasa atau listrik? Berapa banyak tentara yang akan menjaga tempat ini?” tanya Lapid.
Ia juga menyoroti persoalan logistik dan kemanusiaan yang mungkin timbul: “Siapa yang akan memberi mereka makan? Siapa yang bertanggung jawab atas air dan listrik? Jika terjadi wabah penyakit, siapa yang akan merawat mereka?”
Lapid mempertanyakan biaya besar yang harus ditanggung warga Israel. Estimasi konservatif menyebut proyek ini akan menelan biaya sekitar 15 miliar shekel (sekitar Rp 72 triliun), sementara perkiraan militer Israel menyebut bisa mencapai lebih dari 20 miliar shekel.
“Ini ide gila, bahkan untuk standar pemerintah ini. Tapi kita tahu bagaimana mereka bekerja: sebelum mengakui kegagalan, mereka akan menghabiskan miliaran,” pungkas Lapid.
Dikritik dari berbagai spektrum politik
Rencana “kota kemanusiaan” ini pertama kali diumumkan oleh Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, pekan lalu. Kota ini akan dibangun di atas puing-puing wilayah Rafah dan pada akhirnya menampung seluruh populasi Gaza, lebih dari 2 juta orang. Penghuni akan disaring sebelum masuk dan tidak diizinkan keluar. Bantuan akan diberikan oleh lembaga internasional, sementara tentara Israel menjaga dari jarak jauh.
Namun, berbagai kalangan menilai rencana tersebut tidak realistis dan membahayakan.
Ketua partai sayap kanan Yisrael Beytenu, Avigdor Liberman, menyebut rencana itu sebagai “delusi” yang justru “membahayakan tentara kita.” Ia mempertanyakan keputusan kabinet yang tetap melanjutkan proyek ini, meskipun Kepala Staf IDF (militer Israel) sendiri dikabarkan menentangnya.
Ketua Partai Persatuan Nasional (Blue and White), Benny Gantz, mengatakan bahwa ide ini merupakan versi lebih mahal dan lebih berbahaya dari rencana “segitiga kemanusiaan” yang pernah dia usulkan pada awal perang.
Sementara itu, anggota parlemen dari partai kiri The Democrats, Gilad Kariv, mengatakan lewat akun Facebook bahwa zona ini “bukan ‘kota’ dan bukan pula ‘kemanusiaan’,” baik dari sudut pandang keamanan maupun moral.