Pakar Hukum Hak Asasi Manusia (HAM) UI Heru Susetyo mengpreasi keputusan sela Internasional Court Juctice (IJC) pada akhir Januari 2024 terhadap dugaan genosida yang dilakukan Israel dalam serangannya di Gaza sebagai kemenangan moral.
“Tidak terbayangkan Afrika Selatan adalah negara kecil, negara miskin dan non-Muslim, bukan super power, tetapi justru mereka yang menjadi pelopor, ini yang patut kita apresiasi, ” ujar Heru pada Selasa (6/2) saat diwawancara Gazamedia.id di Depok.
Heru mencatat Afrika Selatan punya legal standing dan tidak semua negara memilikinya, termasuk Indonesia karena bukan anggota Genewa International Convention 1948.
“Afsel peserta. Begitu juga dengan Israel. Harus dicatat Israel menggunakan konvensi itu untuk melawan balik kasus Holocaust Perang Dunia ke II. Dulu mereka korban kini mereka pelaku,” kata Heru.
Hanya saja, kata Heru, ICJ bukan pengadilan pidana. Dengan demikian keputusan dari ICJ tidak bisa memberikan sanksi pidana.
Keputusan ICJ juga tidak bisa dipaksakan, tidak mengikat dan tidak bisa memerintahkan gencatan senjata. Keputusannya tidak menyatakan Israel melakukan genosida, tetapi hanya dituntut untuk mencegah melakukan genosida.
ICJ, tambah Heru, juga bukan peradilan pidana, yang memiliki jaksa, penyidik, dan advokat. Berbeda dengan ICC yang memiliki Jaksa Penuntut Umum dan polisi.
“Kita jangan berharap akan ada yang diadili. Benyamin Netanyahu tidak akan diadili dan tidak bisa dipaksakan,”ucap Heru.
Heru melihat akan ada perang yuridikasi atau legal battle yang sangat panjang dalam kasus ini.
Sekalipun jaksa bisa mengajukan kasus ini ke Intenational Criminal Court (ICC), namun untuk ke arah sana butuh dukungan dari Dewan Keamanan PBB.
Kalau itu, terjadi Amerika Serikat bisa melakukan veto.
Meskipun demikian, ICJ bisa menyatakan Israel salah seperti halnya kepada Myanmar yang melakukan kekerasan terhadap etnis Rohingnya atas laporan Gambia.
Sama dengan yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina. Tetapi itu juga karena ada dukungan Amerika Serikat.
“Indonesia juga bisa bicara. Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi melakukan walk out di sidang PBB itu langkah bagus. Tanggal 19 Februari dia bicara di sidang ICJ dan dia mewakili Indonesia bukan pribadi,” ujarya
Indonesia, kata Heru, juga bisa memboikot produk-produk dari Israel.
Sayangnya, lanjut Heru, Indonesia seperti bermain di dua dua kaki.
Satu sisi pemeirntah menolak berhubungan dengan Israel, tapi di sisi lain Jakarta membeli alutsista dari Tel Aviv. TNI dan polisi membeli alat penyadap Israel Pegasus.
“Seharusnya konsistenlah bokiot ya boikot, jangan di belakang jualan,” pungkasnya. (Pizaro)