Wakil juru bicara Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Farhan Haq, menyatakan bahwa organisasi dunia itu masih hadir di Jalur Gaza dan siap membantu warga Palestina yang terancam kelaparan.
Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah Israel tidak memenuhi kewajibannya sebagai kekuatan pendudukan, khususnya dalam menjamin akses kemanusiaan.
Dalam wawancara dengan Al Jazeera, Senin (21/7), Haq mengungkapkan bahwa pasokan makanan dan bahan bakar yang diizinkan masuk ke Gaza sangat terbatas.
“Ada dua juta warga Palestina yang menghadapi kematian karena kelaparan,” ujarnya.
Ia juga menyerukan agar Israel segera memenuhi tanggung jawab hukumnya.
Ia menegaskan bahwa PBB memiliki kapasitas dan pengalaman untuk mendistribusikan bantuan, sebagaimana telah dilakukan selama masa gencatan senjata sebelumnya.
“Kami siap mengulangi itu jika gencatan senjata tercapai,” kata Haq.
Ia juga menekankan bahwa para staf PBB bekerja di bawah tekanan dan ancaman bahaya, bahkan dalam kondisi kelaparan, demi menolong warga Gaza.
Terkait kendala distribusi bantuan, Haq menjelaskan bahwa akses lintas perbatasan sangat bergantung pada keputusan pemerintah Mesir dan Israel.
Ia juga menegaskan bahwa memaksa suatu penduduk meninggalkan wilayah asalnya adalah kejahatan perang menurut hukum internasional.
Namun demikian, ia mengingatkan bahwa PBB tidak bisa menyematkan label hukum secara resmi tanpa keputusan dari lembaga peradilan internasional.
Kondisi kemanusiaan di Gaza kian memburuk. Senin kemarin, sumber medis di wilayah itu melaporkan bahwa 11 warga Palestina yang tengah mengantre bantuan tewas ditembak tentara Israel hanya dalam satu hari.
Organisasi PBB untuk Anak-anak (UNICEF) juga menyampaikan peringatan keras.
“Kelaparan telah menyebar di Gaza, orang-orang sekarat, dan angka malnutrisi akut pada anak-anak telah mencapai tingkat yang mengerikan,” demikian pernyataan lembaga tersebut.
Sementara itu, Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, menyampaikan bahwa Presiden Donald Trump menilai perang di Gaza sudah terlalu lama berlangsung dan eskalasi kekerasan dalam beberapa hari terakhir sangat mengkhawatirkan. Ia disebut menginginkan agar bantuan bisa masuk secara aman dan cepat.
Dalam dua bulan terakhir, sedikitnya 800 warga Palestina tewas saat mencoba memperoleh bantuan kemanusiaan, menurut mekanisme distribusi yang disepakati Israel dan Amerika Serikat (AS).
Beberapa di antara mereka adalah anak-anak yang meninggal akibat kekurangan gizi berat.
Rumah sakit-rumah sakit di Gaza kini tidak lagi mampu menyediakan makanan bagi pasien maupun tenaga medis.
Laporan dari berbagai badan PBB mengindikasikan bahwa situasi di Gaza telah mencapai titik krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya.