Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pengungsi, Filippo Grandi, melontarkan kritik tajam terhadap lemahnya peran Dewan Keamanan PBB, lansir Al Jazeera.
Ia mengangap lemahnya dalam menjaga perdamaian dunia dan meningkatnya pengabaian terhadap hukum humaniter internasional. Ia menyebut kekerasan kini telah menjadi “mata uang yang berlaku” di era modern ini.
Dalam paparan yang disampaikan di hadapan Dewan Keamanan pada Senin (28/4), Grandi menyesalkan kegagalan lembaga tersebut dalam mencegah konflik dan mempertahankan keamanan internasional.
Ia menegaskan pentingnya agar Dewan Keamanan tidak meninggalkan jalur diplomasi.
“Untuk kesekian kalinya, saya berbicara atas nama 123 juta orang yang terpaksa mengungsi. Mereka mencari perlindungan, atau setidaknya mencoba, dari kondisi yang merusak kehidupan mereka. Mereka masih berharap untuk bisa kembali dengan selamat, dan mereka tidak menyerah—dan mereka pun tidak mengharapkan kita untuk menyerah,” ujar Grandi, seperti dikutip dari laman resmi PBB.
Grandi juga menyoroti situasi kemanusiaan yang terus memburuk di Jalur Gaza. Ia menyebut kondisi warga sipil di wilayah tersebut “kian putus asa dari hari ke hari”. Meski lembaga yang dipimpinnya, UNHCR, tidak terlibat langsung dalam respons kemanusiaan PBB di Gaza.
Mengutip data Komite Internasional Palang Merah, Grandi menyebut saat ini terdapat sekitar 120 konflik aktif di berbagai penjuru dunia.
Ia menyoroti krisis di Sudan, di mana sepertiga populasi telah mengungsi akibat kekerasan, wabah penyakit, kelaparan, dan kekejaman seksual.
Ia mengingatkan bahwa warga sipil sering kali menjadi sasaran langsung konflik, dan mengkritik birokrasi serta kepentingan politik yang menghambat upaya bantuan kemanusiaan.
Grandi memperingatkan, konflik berkepanjangan di Sudan berpotensi menyebabkan fragmentasi negara lebih lanjut, kemunculan milisi-milisi lokal, serta meningkatnya pelanggaran hak asasi manusia.
Ia pun meminta Dewan Keamanan untuk bersatu dalam menghadapi situasi ini. Lebih lanjut, ia menyoroti potensi gelombang pengungsian besar-besaran ke Eropa, mengingat lebih dari 200.000 warga Sudan kini berada di Libya.
Terkait Suriah, Grandi mengimbau negara-negara anggota Dewan Keamanan untuk mengesampingkan perbedaan politik demi kepentingan rakyat Suriah.
Ia mendorong pengambilan langkah berani dan terukur, seraya menekankan bahwa “meski tantangan sangat besar, masih ada secercah harapan.”
Dalam kesempatan tersebut, ia juga menyampaikan bahwa jumlah pengungsi Rohingya kini telah mencapai 1,2 juta jiwa, sebagian besar tinggal di kamp-kamp pengungsian di Bangladesh.
Ia mengapresiasi sikap pemerintah dan rakyat Bangladesh yang selama ini terus memberikan perlindungan bagi komunitas Rohingya.
Di akhir pernyataannya, Grandi mengajak Dewan Keamanan untuk tetap memberikan perhatian terhadap krisis di Myanmar dan nasib Rohingya.
Ia berharap pertemuan internasional yang akan digelar pada September mendatang di New York bisa menghasilkan kemajuan nyata bagi penyelesaian isu tersebut.