Saturday, April 19, 2025
HomeBeritaPemimpin Israel saling serang, Ehud Barak sebut Netanyahu penghancur demokrasi

Pemimpin Israel saling serang, Ehud Barak sebut Netanyahu penghancur demokrasi

Mantan Perdana Menteri Israel, Ehud Barak, melontarkan kritik tajam terhadap Perdana Menteri saat ini, Benjamin Netanyahu, yang ia tuding tengah membawa Israel menuju “kehancuran demokrasi yang segera” dan “kediktatoran korup yang ekstrem”.

Dalam artikel opini yang diterbitkan Kamis (10/4/2025) di laman stasiun televisi swasta Israel, Channel 12, Barak menuduh Netanyahu menjalankan perang di Gaza demi kepentingan pribadi dan untuk menyelamatkan posisinya secara politik dan hukum.

“Netanyahu dengan kebijakannya yang sekarang tengah membawa Israel ke jurang kehancuran dan mengancam keamanan nasionalnya sendiri,” tulis Barak dalam artikel tersebut.

Ia juga menilai bahwa perang di Gaza saat ini tidak memiliki arah strategis yang jelas dan hanya bertujuan menunda pertanggungjawaban serta menggagalkan pembentukan komisi penyelidikan atas kegagalan Israel dalam menghadapi serangan 7 Oktober lalu.

Menurut Barak, selama dua tahun terakhir, pemerintahan Netanyahu telah menunjukkan pola sistematis dalam melemahkan sistem peradilan, menyingkirkan lembaga pengawas, mengendalikan media, serta menempatkan “boneka politik” di posisi-posisi strategis.

Ia juga menuduh Netanyahu berupaya memanfaatkan lembaga-lembaga keamanan negara untuk kepentingan pribadi, meski tidak menjelaskan lebih lanjut tuduhan tersebut.

Barak kemudian menyerukan kepada Penasihat Hukum Pemerintah Israel, Gali Baharav-Miara, untuk menyatakan Netanyahu “tidak layak melanjutkan jabatannya” dan mendesaknya agar segera diberhentikan dari posisi perdana menteri.

Lebih lanjut, Barak menyerukan aksi pembangkangan sipil secara damai dan besar-besaran demi menyelamatkan demokrasi Israel. “Netanyahu telah menyatakan perang terhadap Israel, tetapi Israel akan menang jika kita bertindak sebelum terlambat,” tulisnya menutup artikel.

Kritik terhadap Netanyahu kian menguat sejak dimulainya serangan militer Israel ke Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023. Sejumlah mantan pejabat dan menteri menyatakan bahwa perang tersebut dijalankan demi kepentingan pribadi Netanyahu, dan menyerukan pengunduran dirinya.

Sejak Rabu (9/4), lebih dari 1.200 personel aktif dan cadangan militer Israel menandatangani surat terbuka yang menuntut Netanyahu menghentikan perang dan memprioritaskan pembebasan sandera yang telah ditawan selama lebih dari 18 bulan.

Netanyahu menanggapi langkah itu dengan menuntut pemecatan segera terhadap para prajurit yang ikut menandatangani surat tersebut.

Saat ini, otoritas Israel memperkirakan masih terdapat 59 warga Israel yang disandera di Gaza, dengan 24 orang diyakini masih hidup. Sementara itu, lebih dari 9.500 warga Palestina saat ini mendekam di penjara-penjara Israel. Menurut laporan lembaga HAM, para tahanan tersebut mengalami penyiksaan, kelaparan, dan kelalaian medis yang telah menyebabkan kematian sejumlah di antaranya.

Pada tahap pertama kesepakatan gencatan senjata yang dimulai 19 Januari 2025, faksi-faksi Palestina di Gaza telah membebaskan puluhan sandera Israel, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Namun, Netanyahu enggan melanjutkan ke tahap kedua dari kesepakatan itu karena tekanan dari kalangan ekstremis dalam koalisi pemerintahannya.

Perang kembali berkecamuk di Gaza sejak 18 Maret 2025. Dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat, Israel terus melanjutkan operasi militer yang dituding sebagai genosida. Hingga kini, lebih dari 166.000 warga Palestina dilaporkan tewas atau terluka, mayoritas merupakan anak-anak dan perempuan. Lebih dari 11.000 orang masih dinyatakan hilang.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular