Sunday, February 23, 2025
HomeBeritaPenuhi tuntutan Hamas, Israel kirim bahan bakar dan perumahan sementara ke Gaza

Penuhi tuntutan Hamas, Israel kirim bahan bakar dan perumahan sementara ke Gaza

Channel 12 Israel mengungkapkan bahwa organisasi internasional diperkirakan akan segera membawa bahan bakar dan peralatan medis ke Jalur Gaza.

Hal itu untuk memungkinkan penyelesaian pertukaran tahanan dengan Hamas pada Sabtu mendatang.

Saluran tersebut juga memperkirakan bahwa pemerintah Israel akan menyetujui pengiriman hunian sementara ke Gaza pada Kamis ini.

Keputusan ini diambil setelah Abu Ubaida, juru bicara Brigade Al-Qassam—sayap militer Hamas—mengumumkan penundaan pelepasan tahanan Israel yang semula dijadwalkan pada Sabtu mendatang hingga waktu yang belum ditentukan, sebagai respons terhadap pelanggaran Tel Aviv terhadap perjanjian gencatan senjata di Gaza.

Dalam pernyataan resmi, Hamas menuduh Israel tidak mematuhi ketentuan perjanjian dengan menghambat masuknya kebutuhan tempat tinggal seperti tenda dan rumah prefabrikasi, bahan bakar, serta alat berat untuk mengangkat puing-puing dan mengevakuasi jenazah.

Israel juga menunda masuknya obat-obatan dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk pemulihan rumah sakit dan sektor kesehatan.

Sementara itu, Yedioth Ahronoth melaporkan bahwa krisis sandera sedang dalam proses penyelesaian.

“Dan Israel memperkirakan pembebasan mereka akan berlangsung pada hari Sabtu sesuai dengan kesepakatan gencatan senjata,” katanya.

Kanal televisi Israel juga menyebutkan bahwa negosiasi antara Israel dan mediator masih berlangsung, dengan Mesir dan Qatar berusaha mencegah kegagalan kesepakatan.

Israel bahkan tengah mempertimbangkan untuk meminta Hamas memperluas daftar tahanan yang akan dibebaskan dalam tahap pertama pertukaran.

Selain itu, laporan mengungkapkan adanya bukti baru yang menunjukkan bahwa kondisi tahanan yang tidak termasuk dalam daftar sangat buruk, dengan beberapa di antaranya dalam keadaan sakit dan terluka.

Kanal 13 Israel juga mengutip pejabat Israel yang memperingatkan bahwa pernyataan terbaru dari Amerika Serikat (AS) dan Israel berisiko membahayakan kelangsungan kesepakatan tersebut.

Para pejabat itu menambahkan bahwa Perdana Menteri, Benjamin Netanyahu menolak membahas tahap kedua kesepakatan dalam pertemuan kabinetnya.

Ia menganggapnya bahwa itu masih bersifat “hipotetis”. Mereka juga menyatakan bahwa Israel sengaja tidak menentukan jumlah tahanan yang akan dibebaskan pada Sabtu, agar tidak bertentangan dengan Presiden AS, Donald Trump.

Hidup yang Terhenti

Di sisi lain, pada Rabu, Pemerintah Kota Gaza menyatakan bahwa larangan masuknya alat berat tersebut telah menghambat kehidupan dan memperburuk penderitaan. Meskipun perjanjian gencatan senjata menetapkan bahwa alat-alat tersebut harus diizinkan masuk.

Juru bicara pemerintah kota, Husni Mahna, mengatakan bahwa proses pembersihan puing dan pembukaan jalan menghadapi kesulitan besar.

“Menyebabkan ketidakpuasan luas di kalangan warga Palestina, dengan meningkatnya keluhan tentang hambatan mobilitas di kawasan permukiman dan area komersial,” katanya kepada Anadolu Agency.

Mahna menjelaskan bahwa hambatan ini berdampak negatif terhadap kehidupan sehari-hari.

“Mengakibatkan banyak wilayah mengalami kesulitan dalam transportasi, sementara layanan dasar yang terganggu menyebabkan penumpukan sampah di beberapa area akibat keterbatasan akses,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa keterlambatan dalam menghilangkan puing-puing disebabkan oleh beberapa factor.

“Terutama penolakan Israel untuk mengizinkan masuknya alat berat, meskipun protokol kemanusiaan dalam kesepakatan gencatan senjata menetapkan perlunya memfasilitasi proses rekonstruksi,” imbuhnya.

Mahna juga menekankan bahwa perlunya ratusan alat berat untuk menangani tingkat kehancuran infrastruktur yang sangat besar di berbagai wilayah.

” Untuk bergerak cepat dalam menyediakan peralatan dan pendanaan yang diperlukan. Situasi saat ini tidak dapat terus berlanjut tanpa intervensi segera,” desaknya kepada komunitas internasional dan organisasi kemanusiaan.

Pada 19 Januari lalu, perjanjian gencatan senjata mulai berlaku di Gaza, mencakup pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel. Perjanjian ini dibagi dalam tiga tahap, masing-masing berlangsung selama 42 hari.

Tahap pertama mencakup pertukaran tahanan serta masuknya bantuan kemanusiaan, diikuti dengan negosiasi untuk memulai tahap kedua dan ketiga, dengan Mesir dan Qatar sebagai mediator serta dukungan dari Amerika Serikat (AS).

Antara 7 Oktober 2023 hingga 19 Januari 2025, Israel—dengan dukungan AS—melakukan genosida di Gaza, menewaskan dan melukai sekitar 160.000 warga Palestina, sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan. Lebih dari 14.000 orang juga dilaporkan hilang.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular