Polisi Israel menangkap 12 warga Palestina di Yerusalem Timur pada Rabu (27/1) atas dugaan perayaan pembebasan tahanan Palestina dari penjara Israel dalam kesepakatan gencatan senjata Gaza. Pernyataan resmi kepolisian menyebutkan, para individu tersebut ditangkap karena terlibat dalam aksi unjuk rasa yang mendukung pembebasan tahanan.
Dalam pernyataan tersebut, disebutkan pula bahwa 12 warga Palestina tersebut terekam video saat mengibarkan bendera Hamas dan menembakkan peluru ke udara dalam demonstrasi yang berlangsung di lingkungan Kafr Aqab, Yerusalem Timur.
Mereka dijadwalkan untuk dibawa ke pengadilan pada Rabu untuk proses perpanjangan penahanan, dengan pihak kepolisian menegaskan bahwa mereka tidak akan mentolerir perayaan atas pembebasan tahanan Palestina ataupun solidaritas terhadap Hamas.
Menurut laporan media Israel, polisi juga menggeledah beberapa rumah warga Palestina di Yerusalem Timur dan memberi peringatan kepada penduduk agar tidak merayakan pembebasan tahanan dalam kerangka kesepakatan gencatan senjata.
Kesepakatan gencatan senjata tersebut dimulai pada 19 Januari 2025, yang menghentikan serangan Israel yang telah menewaskan lebih dari 47.300 warga Palestina, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak, serta melukai lebih dari 111.000 orang sejak 7 Oktober 2023. Sebagai bagian dari perjanjian tersebut, tujuh sandera Israel, termasuk empat tentara, telah dibebaskan sebagai imbalan untuk pembebasan 290 tahanan Palestina.
Serangan Israel terhadap Gaza telah menyebabkan lebih dari 11.000 orang hilang dan menimbulkan kerusakan luas serta krisis kemanusiaan yang mengakibatkan banyak korban jiwa di kalangan lansia dan anak-anak, menjadikannya salah satu bencana kemanusiaan terburuk dalam sejarah.
Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan pada November tahun lalu terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant terkait dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi tuntutan genosida di Pengadilan Internasional terkait perang di wilayah tersebut.